Pemerintah akhirnya memutuskan untuk tetap menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada senin lalu 16/12, meskipun gelombang penolakan dari publik terus muncul sebelumnya. Adapun pemerintah juga mengumumkan secara rinci barang – barang saja yang terkena kenaikan PPN 12%. Yang sebagian besar adalah barang dan jasa yang tergolong sebagai komoditas tersier (mewah).
Keputusan pemerintah yang sejak awal sudah menuai protes warganet, kini kembali terlihat trending di perbincangan warganet X pada Rabu (18/12) lalu. Perbincangan terkait PPN 12% pada hari itu mencapai 103,8 ribu unggahan. Bahkan selama sepekan ke belakang percakapan soal kenaikan ini tak pernah habis. Seperti pada tanggal 12 Desember ketika perbincangannya mencapai 1,2 ribu unggahan ketika warganet mengaitkan isu ini dengan kenaikan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
Aksi protes warganet mudah terbaca di linimasa karena sentimen negatif begitu mendominasi perbincangan. Sekitar 56% atau sebanyak 56,8ibu unggahan adalah perbincangan dengan nada negatif. Mendominasi perbincangan dengan sentimen positif yang hanya sebesar 20% atau 20,7ribu unggahan. Untuk mengetahui bagaimana protes warganet selama periode 12 -18 Desember 2024 di media sosial X dengan menggunakan kata kunci ppn&&12, berikut analisis selengkapnya.
Warganet Anggap Kenaikan PPN 12% Mencekik Rakyat
Seperti sebelumnya, gelombang penolakan masih terus bergulir dalam tagar #TolakPPN12Persen. Tagar ini masih menjadi yang paling banyak muncul dalam perbincangan selama periode pemantauan hingga muncul sebanyak 16,3 ribu. Disusul oleh tagar #PajakMencekik yang mencapai 14,5 ribu unggahan.
Melalui tagar ini warganet menggaungkan apa saja yang akan terdampak apabila kenaikan benar-benar terjadi. Seperti dari akun @nctzenhumanity, @perfectlysvt, dan @Khhproject_ID yang merupakan akun penggemar Kpop. @nctzenhumanity mengajak fans grup NCT (NCTzen) untuk ikut menyuarakan penolakan kenaikan PPN 12%. Sedangkan @perfectlysvt dan @Khhproject_ID menyerukan dampak kenaikan harga tiket konser karena aturan tersebut.
Stimulus Ekonomi Hanyalah Bantuan Sesaat
Di sisi lain pemerintah juga mengeluarkan kebijakan stimulus ekonomi 2025 guna menangani dampak dari kenaikan PPN 12% ini. Stimulus ini mulai dari sektor rumah tangga berupa bantuan beras, diskon listrik 50%, hingga sektor perumahan dalam bentuk PPN PDT (Pajak Ditanggung Pemerintah).
Namun justru warganet merasa bantuan tersebut tak sebanding dengan kenaikan pajak ini seperti yang dilontarkan @nicolesyahp. Protes senada juga dipaparkan akun @KangSemproel bantuan yang diberikan pemerintah hanyalah selama dua bulan, jika dihitung 20 kg beras setara dengan Rp 300 ribu. Ia mengibaratkan bahwa warga dirampok, lalu oleh perampoknya diberi sepotong donat.
Begitu juga dengan akun @nenkmonica pun memiliki opini serupa, bahwa skema ini mirip bansos setelah kenaikan BBM. Bantuan hanya ada pada 2 bulan, sedangkan PPN 12% berlaku selamanya. Sedangkan akun @King_PWS_ meminta untuk judicial review karena merasa pemerintah tak transparan dan dan tak komit dengan semua pernyataan tentang PPN 12 %. Pajak yang katanya diperuntukan bagi barang mewah, ternyata diberlakukan umum, serta memberikan paket stimulus sebagai hadiah.
Selain protes terkait bantuan stimulasi, sejumlah topik lain juga menjadi sorotan warganet. Seperti dapat terlihat dalam jajaran kata populer atau top words ketika warganet membicarakan harga beras premium yang juga dikenai PPN 12 persen. Kata beras banyak disebut warganet sehingga terlihat masuk dalam jajaran teratas kata populer.
Akun @foxtrotvlrt mempertanyakan mengapa beras premium terkena pajak, padahal petani saja tidak terjamin makan dan tempat tinggalnya. Sedangkan akun @frinana20 merasa ditipu oleh pemerintah karena beras premium terkena PPN 12%. Sementara mobil hybrid malah mendapat insentif, termasuk gula, tepung, dan minyak yang 1%-nya ditanggung oleh pemerintah meskipun ujung-ujungnya berasal dari uang rakyat juga.
Warganet Bandingkan dengan Negara Tetangga
Perbincangan terkait kenaikan PPN 12% tak hanya membahas kritik atas kebijakan tersebut. Warganet juga aktif membandingkan kebijakan pajak Indonesia dengan negara lain. Misalnya, nama Vietnam mencuat dalam diskusi karena negara tersebut dikabarkan akan menurunkan PPN menjadi 8%.
Hal ini diungkapkan oleh akun @Purplewithyell1 yang menyebut negara-negara seperti Korea Selatan, Australia, dan Malaysia hanya menerapkan PPN 10%, sementara Singapura menetapkan 9%. Di sisi lain, Indonesia menaikkan PPN menjadi 12%, yang dinilai memberatkan rakyat.
Akun @saidi_sudarsono menyoroti perbedaan ini dengan menyebut Kementerian Perekonomian Indonesia kurang cerdas dibandingkan dengan Vietnam, yang berani menurunkan PPN untuk mendorong daya beli masyarakat. Hasilnya, Vietnam tidak hanya meningkatkan daya beli rakyatnya tetapi juga penerimaan pajak negara. Sebaliknya, kenaikan PPN 12% di Indonesia dikhawatirkan akan melemahkan daya beli rakyat.
Melemahnya daya beli ini salah satu penyebabnya adalah jenis barang yang akan kena pajak. Pemerintah memang mengklaim bahwa hanya komoditas barang luks. Warganet menilai sejumlah barang lain juga akan terdampak secara tidak langsung, seperti sabun. Akun @Es5e9ar, misalnya, menyoroti bahwa sabun bukanlah barang mewah, tetapi mobil truk yang mengangkut sabun serta mesin produksinya justru dianggap barang mewah. Akibatnya, biaya tambahan dari pajak ini hampir pasti akan dibebankan ke konsumen.
Di sisi lain, buku juga menjadi sorotan karena kenaikan PPN 12% akan dikenakan pada buku kategori tertentu, seperti yang mengandung unsur bertentangan dengan Pancasila, SARA, atau pornografi—alias melanggar hukum Indonesia. Akun @peachyfraise mengungkapkan kekecewaannya dengan berencana untuk tidak membeli buku fisik tahun depan. Lebih dari itu, ia mengutuk keras para pendukung nomor 02 saat Pilpres 2024, yang menurutnya turut membuka jalan bagi kemunculan kebijakan ini.
Keputusan pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% telah memicu gelombang kritik yang masif warganet. Kenaikan ini tidak hanya berdampak langsung pada harga barang mewah, tetapi secara tidak langsung juga akan memengaruhi daya beli masyarakat secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat melemahkan kondisi ekonomi Indonesia. Stimulus yang diberikan pemerintah dirasa tidak sebanding dengan kenaikan PPN menjadi 12% yang akan berlaku selamanya.
Simak analisis terkini dan mendalam lainnya di analysis.netray.id. Untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang sedang berkembang secara real time kunjungi percobaan gratis di netray.id.
Editor: Ananditya Paradhi