Perhelatan Pemilu 2024 memang terlihat masih jauh dari sekarang, tetapi yang namanya politik tidak hanya terjadi pada momentum-momentum semacam ini. Politik adalah manuver-manuver konstan dalam membangun power yang kemudian digunakan untuk memenuhi kepentingan. Cara pandang semacam ini yang paling mungkin menjelaskan mengapa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo “bersitegang” dengan Puan Maharani, Ketua DPR RI, meski keduanya berasal dari partai yang sama, PDI Perjuangan.
Pada hari Sabtu 22 Mei 2021 yang lalu, Puan Maharani dikabarkan mengundang seluruh kader PDI-P Jawa Tengah untuk memperkuat solidaritas menghadapi Pemilu 2024 nanti. Sebagai gubernur yang berasal dari partai berlambang banteng tersebut, Ganjar seharusnya ikut di dalam acara konsolidasi. Namun, nyatanya Ganjar tidak diundang. Isu yang merebak adalah Ganjar dinilai terlalu percaya diri sebagai calon presiden pada pemilu nanti. Hal ini mengundang rasa tidak simpati dari dalam tubuh partai.
Bahkan secara implisit, Puan menyebut Ganjar bukanlah pemimpin yang terjun langsung ke lapangan. Ganjar dianggap terlalu sering membangun citranya di media sosial. Berbekal situasi ini, Netray Media Monitoring melakukan pemantauan pemberitaan media massa daring dalam negeri. Target pemantauan ini adalah memberi gambaran komprehensif terhadap topik pemberitaan dan hasilnya bisa disimak di bawah ini.
Laporan Statistik Pemantauan Topik Ganjar vs Puan
Pemantauan terhadap tema ini dilakukan dengan menggunakan kata kunci ganjar pranowo dan puan maharani. Hasilnya ditemukan 591 artikel yang mengandung kata kunci dan diterbitkan oleh 90 laman media massa daring. Pemantauan tersebut dilakukan selama periode 19 Mei hingga 25 Mei 2021. Hampir setiap hari selalu muncul artikel yang membicarakan salah satu atau kedua tokoh tersebut. Namun, intensitas pemberitaan mulai menanjak ketika informasi tentang tidak diundangnya Ganjar Pranowo dalam acara konsolidasi kader PDI-P bersama Puan Maharani beredar.
Dari rangkuman tools sentimen analisis, Netray menemukan setidaknya 349 berita ditulis dengan sentimen positif. Sedangkan 146 laporan lainnya memiliki pembahasan bertendensi negatif. Framing sentimen dari media massa berperan sangat penting dalam politik dewasa ini. Pasalnya framing dapat mempengaruhi pencitraan seorang tokoh politik kala ia mengalami friksi seperti yang terjadi pada Ganjar dan Puan. Siapa yang mendapat dukungan dari media, kemungkinan bisa meraup dukungan pada momentum politik kedepannya.
Elektabilitas Meroket, Ganjar Pranowo Bikin Petinggi Partai Gerah
Ada asap pasti ada api. Gesekan antara Ganjar Pranowo dengan Puan Maharani tentu ada sebabnya. Netray mengamati grafik Word Clouds dan menemukan kata elektabilitas, survei, dan capres menjadi kata yang cukup sering digunakan oleh media massa di dalam laporan mereka. Kata-kata tersebut bersanding dengan kata pengarahan, kader, dan diundang.
Untuk kelompok kata yang terakhir, di awal tulisan ini sudah dijelaskan tentang kabar bahwa Ganjar Pranowo tidak diundang dalam konsolidasi kader di Semarang, Jawa Tengah. Kabar ini tentu terasa sangat janggal mengingat Ganjar adalah kader partai yang berada dalam puncak politik di tingkat daerah. Dalam konteks ini adalah ia sebagai gubernur Jawa Tengah. Sehingga muncul pertanyaan mengapa ia terkesan “dikucilkan” dari partai sendiri?
Kelompok kata yang pertama adalah jawaban dari pertanyaan di atas. Meski tidak seratus persen benar karena jawaban tersebut hanyalah asumsi dan opini yang dilempar oleh media massa. Elektabilitas Ganjar Pranowo yang meroket dalam sejumlah survei yang dilakukan oleh lembaga riset membuat sejumlah petinggi PDI-Perjuangan merasa gerah. Nama Ganjar memang bersaing dengan sangat ketat dengan beberapa nama politisi yang kerap tercantum di dalam kuesioner survei beberapa waktu belakangan. Seperti dengan Gubernur Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Termasuk juga dengan Prabowo Subianto yang hingga saat ini masih menjadi kandidat paling populer.
Pihaknya kerap disandingkan dengan Tri Rismaharini sebagai cawapres. Kedua tokoh politik ini bisa dibilang figur pemimpin daerah dari Partai Demokrasi Indonesia – Perjuangan yang memiliki kapasitas kepemimpinan yang memadai. Ditambah lagi keduanya merupakan media darling yang selalu menjadi buah bibir nasional. Akan tetapi menurut pandangan ahli, langkah keduanya untuk maju ke kancah RI 1 sepertinya akan mendapatkan ganjalan.
Selain mendapat komentar nyinyir dari Puan Maharani, Ganjar Pranowo dinilai tidak menghargai organisasi partai seperti yang diungkapkan Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI-P Bambang Wuryanto, atau yang kerap disapa Bambang Pacul. Ia juga menuding Ganjar sok pintar dan terlalu berambisi menjadi presiden.
Perpecahan di Jawa Tengah ini tentu menjadi preseden buruk bagi partai berlambang banteng tersebut. Apalagi beberapa waktu sebelumnya, Megawati Soekarnoputri sempat mengingatkan agar partai selalu solid. Bahkan ia dengan tegas meminta kader untuk mengundurkan diri apabila tak mematuhi perintah partai. Ada kemungkinan jika Megawati tak akan memberi rekomendasi untuk mereka dan alih-alih melemparkannya ke Puan Maharani yang menurut survei juga menanjak popularitasnya.
Konflik internal partai seperti di atas bisa menjadi preseden yang buruk bagi partai itu sendiri. Selain menghabiskan sumber daya, adanya faksi yang berseberangan akan menggerogoti suara partai. Seperti yang dialami Ganjar Pranowo kala ia bersitegang dengan tokoh penting partai seperti Puan Maharani. Pihaknya bahkan dianjurkan untuk menggunakan mesin partai lain jika ingin terus melaju pada Pilpres 2024 mendatang.
Perolehan survei yang tinggi, populer di sosial media, dan memiliki kinerja kepemimpinan daerah yang memadai tak lagi dipandang sebagai faktor utama untuk memperoleh jenjang karir bagi seorang politisi. Manuver-manuver politik Ganjar Pranowo justru dinilai terlalu ambisius dalam mengejar kursi presiden. Rakyat tentu menginginkan pemimpin yang terbaik, hanya saja politik kerap menyabotase harapan masyarakat dan akhirnya menyodorkan calon pemimpin yang itu-itu saja.