Fenomena panic buying atau berbondong-bondong membeli sesuatu secara berlebihan beberapa kali terjadi di masa pandemi. Tahun lalu, ketika virus Corona mulai masuk ke Indonesia, masyarakat berbondong-bondong menyetok masker dan hand sanitizer hingga terjadi kelangkaan terhadap kedua barang tersebut. Suplemen dan vitamin pendorong imun tubuh, seperti UC1000 juga sempat menjadi sasaran masyarakat ketika kampanye pentingnya menjaga imun tubuh ramai digalakkan beberapa waktu lalu. Bahkan, tercatat adanya tindak kriminal dalam fenomena tersebut, seperti tindak penimbunan hingga menjual dengan harga yang tidak wajar. Yang terbaru adalah kelangkaan stok oksigen di pasaran yang menimbulkan dampak yang lebih parah lagi seperti yang dapat dibaca di Artikel Netray. Dan kini, susu steril Bear Brand menjadi gilirannya.
Topik Bear Brand dalam Pantauan Netray
Dari pantauan Media Monitoring Netray, Bear Brand mulai menjadi sorotan publik dan media massa pada awal Juli 2021. Media sosial Twitter terpantau lebih awal dan masif dalam menyoroti isu ini ketimbang media pemberitaan. Sejak akhir Juni, warga Twitter telah membicarakan topik tersebut dengan dominasi sentimen negatif.
Naiknya topik ini dipicu oleh beredarnya sebuah video yang menggambarkan kericuhan para pembeli yang berebut Bear Brand di supermarket yang diunggah oleh akun @dendypra_99 di Twitter pada 3 Juli 2021. Tweet ini terpantau menjadi salah satu Tweet Popular yang mendapat banyak impresi dari warganet sehingga pembahasan seputar fenomena panic buying terhadap susu beruang ini pun trending dan menciptakan sejumlah diskusi dari warganet dan tokoh publik.
Tak hanya bersumber dari video tersebut saja, fenomena ini beberapa kali dilaporkan oleh warga Twitter semenjak akhir Juni 2021 yang terpantau dalam kumpulan Media Populer kiriman warganet seperti berikut.
Warganet membagikan potret kondisi beberapa toko dan supermarket yang kehabisan stok susu kaleng Bear Brand. Sementara di sisi lain memperlihatkan sejumlah pembeli memborong susu cap beruang ini hingga berkardus-kardus. Dua kondisi tersebut amat kontradiksi dan memicu kekesalan warganet.
Susah Ditemukan dan Mahal
Dari pantauan Netray, Indomaret, Alfamart, Superindo, hingga Alfamidi masuk dalam Top Facilities yang paling sering disoroti terkait topik tersebut. Hal ini mengingat bahwa minimarket dan supermarket tersebut biasanya menjadi salah satu jujugan ketika ingin mencari produk susu steril ini. Namun, dalam beberapa waktu terakhir justru terjadi kelangkaan. Oleh karena itu, tak heran apabila beragam turunan kata susah yang mengacu pada kesulitan mendapatkan barang ini menjadi yang paling banyak dilaporkan warganet.
Warganet juga mengeluhkan terjadinya perubahan harga pada produk Nestle tersebut. Yang semula harganya di bawah 10 ribu, kini bisa mencapai 12-13 ribu per kaleng seperti yang di-tweet-kan oleh @svthamkkehae di atas. Di sisi lain, warganet yang mengamati fenomena ini justru melihatnya sebagai suatu kebodohan karena masih memperebutkan barang-barang yang sebenarnya tidak begitu berdampak besar dalam hidup.
Mengapa Susu Bear Brand Mendadak Diburu?
Netray pun tertarik untuk melihat asumsi warganet dalam memandang susu Bear Brand beberapa waktu terakhir sehingga kembali terjadi fenomena panic buying di masa pandemi sekarang ini.
Perbincangan warganet terkait topik susu steril Bear Brand didominasi oleh pembahasan soal panic buying yang menyeret masalah harga, kelangkaan stok, hingga penimbunan produk. Panic buying memang kerap terjadi selama wabah Covid-19 melanda di Indonesia, seperti pada masker, obat, vitamin, hingga oksigen. Namun, yang menarik adalah asumsi ‘menyembuhkan’ yang masuk dalam Top Words soal Bear Brand di atas. Dari pantauan Netray, salah satu alasan mengapa susu kaleng ini banyak diburu masyarakat adalah karena beredarnya asumsi bahwa produk susu steril ini dapat menyembuhkan penyakit atau membantu pemulihan pasien Covid.
Warganet kemudian bertanya-tanya, dari manakah asumsi tersebut terbentuk sehingga terjadi panic buying terhadap susu ini. Sementara jika diamati dari kandungan nilai gizi produk, warganet tidak melihat keistimewaan yang menonjol atau sama saja dengan produk susu UHT lainnya. Namun, kenapa yang diburu harus Bear Brand? Pujian terhadap strategi marketing susu steril bergambar beruang ini pun bermunculan.
Warganet menilai ada beberapa taktik marketing yang digunakan Bear Brand selama ini. Salah satu kuncinya adalah komunikasi yang disampaikan dalam iklan. Bear Brand memang menggunakan tagline singkat seperti, Rasakan Khasiatnya, Rasakan Manfaatnya, hingga yang terakhir adalah Rasakan Kemurniannya. Dengan menonjolkan tagline tersebut orang-orang akan merasa penasaran dan ingin mencoba membuktikan sendiri seberapa berkhasiat, bermanfaat, atau murninya produk tersebut. Ditambah dengan konsep yang tidak biasa, seperti adanya sosok naga dalam iklan susu sapi kaleng bergambar beruang, orang akan bertanya-tanya dan tertarik untuk membahasanya terus menerus. Sementara yang tak kalah penting adalah adanya warisan sugesti yang diturunkan dari masyarakat terdahulu bahwa susu steril ini baik untuk kesehatan. Seperti yang disampaikan oleh akun @pipis dalam utasnya di atas.
Efek Plasebo yang Dirasakan Warganet
Netray kemudian menelusuri sejauh apa efek plasebo dari susu Bear Brand di Twitter. Efek plasebo dapat didefinisikan sebagai fenomena di mana seseorang mengalami manfaat setelah pemberian pengobatan palsu. Pengobatan palsu dalam kasus ini mengacu pada tindakan mengonsumsi Bear Brand untuk mendapat manfaat kesehatan, seperti menyembuhkan penyakit. Berikut beberapa pengakuan warganet.
Warganet menceritakan pengalamannya ketika sedang merasa sakit atau dalam masa pemulihan pasca sakit mereka selalu menyetok susu kaleng tersebut. Mereka mengaku merasa kondisinya lebih baik setelah mengonsumsi Bear Brand. Beredarnya opini soal efek plasebo di Twitter pun membuat warganet bertanya-tanya. Perasaan lebih baik yang mereka dapatkan setelah mengonsumsi susu steril tersebut benarkah karena manfaatnya atau semata-mata sugesti. Sebenarnya sugesti setiap orang terhadap suatu hal atau barang tidak menjadi masalah. Yang bermasalah adalah ketika sugesti itu memaksa setiap orang untuk berlaku berlebihan sehingga menyebabkan panic buying. Demikian yang coba diamati oleh akun @BeatboxVagina dan @devidedbyzero.
Bantahan Pakar Terhadap Asumsi Terhadap Bear Brand yang Berlebihan
Menanggapi fenomena ini, sejumlah tokoh dan ahli gizi turut buka suara. Beberapa di antaranya ada seorang dokter Amerika Serikat dari University of Maryland, Faheem Younus hingga Pengajar di Program Studi Gizi Kesehatan, Fakultas Kedokteran, UGM Lily Arsanti Lestari. Keduanya prihatin dengan kesalahpahaman yang tengah menimpa masyarakat mengenai asumsi soal Bear Brand. Keduanya pun menegaskan bahwa menjaga imun tidak hanya fokus kepada konsumsi susu. Protokol kesehatan yang ketat dan mengimbangi dengan konsumsi pangan yang sehat lainnya juga diperlukan.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai ada dua hal yang melatar belakangi fenomena panic buying ini. Pertama, yaitu adanya tekanan psikologis yang dirasakan masyarakat. Kedua adalah karena termakan isu hoaks. Selain menciptakan persaingan bisnis yang tidak sehat, tindakan ini dinilai sangat merugikan konsumen, khususnya saat situasi pandemi seperti ini. Demikian pantauan Netray.