Balap lari liar di jalanan menjadi fenomena baru-baru ini. Aksi ini muncul di beberapa wilayah di Jawa dan Sumatera. Balap lari yang digelar biasanya adalah lari sprint dengan jarak 50-100 meter. Sesuai namanya, balap lari liar dilakukan di jalanan dengan penonton berkumpul di pinggir jalan untuk mendukung dan menyoraki pelari. Fenomena balap lari liar semakin ramai diperbincangkan ketika pihak kepolisian mulai melakukan penertiban beberapa aksi balap lari yang menutup arus lalu lintas dan menimbulkan kerumunan masa.
Selama sebulan ke belakang, Netray menemukan 133 artikel dari 37 portal media yang melaporkan aksi balap lari liar. Sentimen pemberitaan untuk topik ini didominasi pandangan negatif dengan paling banyak menyoroti dari sisi Law (49,6%) dan Sport (30,83%). Artinya, aksi balap lari liar di media lebih banyak dilihat dari sisi hukum, boleh-tidak, melanggar peraturan atau tidak daripada sebagai aktivitas olahraga.
Sebelum ramai menjadi perbincangan selama seminggu terakhir, aksi balap lari liar sudah pernah dilaporkan pada 12 Agustus 2020 oleh Tribun Medan di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Kemudian pada 3 September Tribun Bogor melaporkan aksi serupa di Gunungputri, Bogor. Belum ada penertiban dari pihak kepolisian. Baru pada 11 September banyak media yang melaporkan aksi balap lari liar di sejumlah wilayah di Jabodetabek dan aksi penertiban dari pihak kepolisian. Aksi balap lari liar pun ramai menjadi perbincangan di media. Kepolisian dan beberapa pihak yang sepakat menganggap aksi ini perlu dibubarkan karena dinilai mengganggu kepentingan umum. Sementara pihak Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo masih membuka pandangan positif bahwa aksi ini dapat diarahkan menjadi ajang pembibitan atlet lari.
Lalu bagaimana menurut warganet Twitter?
Semenjak aksi balap lari liar banyak dilaporkan oleh media pemberitaan daring, baik di Sumatera lalu hingga menjalar ke sejumlah wilayah di Jawa warganet Twitter pun beramai-ramai memperbincangkan aksi ini. Twit tentang lari liar mulai ramai dibahas di Twitter pada minggu kedua September. Sama seperti di media daring, sentimen dominan untuk topik ini adalah negatif. Akun @mazzini_gsp, @chairureza dan sejumlah akun media berita seperti @medcom_id, dan @kompascom masuk dalam deretan akun populer yang meramaikan pembahasan balap lari liar di Twitter.
Membicarakan Balap Lari Liar di Twitter
Banyak warganet yang penasaran dengan aksi balap lari liar yang sedang viral ini sehingga kata info banyak dicuitkan warganet ketika membicarakan topik ini. DKI Jakarta, Bekasi, Tangerang paling banyak ditandai ketika membahas aksi balap lari ini.
Sejumlah video aksi balap lari dan informasi seputar profil para calon pelari menyebar luas di Twitter. Banyak warganet yang kemudian penasaran ingin melihat dan tertantang untuk ikut bertanding atau sekadar menonton saja.
Warganet Twitter juga terhibur dengan profil para pelari yang sangat kreatif. Selain berat badan dan tinggi badan yang memang wajar menjadi bagian dari data diri, para joki pelari ini juga memberi informasi kondisi fisik pelari, mulai dari dengkul, betis, hingga nafas dan paru-paru. Merk-merk rokok dan asupan gizi yang dikonsumsi pun turut masuk dalam profil pelari yang sedang mencari lawan.
Meskipun secara umum angka sentimen negatif cukup tinggi di Twitter, perbincangan warganet untuk topik lari liar ini cukup menarik. Antusiasme warganet, terutama yang baru pertama kali mendengar dan tidak pernah menonton aksi ini terlihat dari bagaimana mereka penasaran dan mencari-cari informasi di mana balap lari ini diselenggarakan. Bahkan, sejumlah warganet yang menganggap ide balap lari ini luar biasa kerap berpikir untuk turut mengadakan lomba lari ini di daerahnya.
Sementara sentimen negatif selain disumbang dari sejumlah kabar pembubaran dan penangkapan pelaku lari liar juga diisi keresahan warganet pada urgensi lari liar ini. Menurut warganet, apabila balap lari ini benar-benar bertujuan untuk mengusir kejenuhan dan menjadi ajang pembibitan atlet maka tempatnya pun harus di tempat yang benar, bukan di jalanan yang mungkin dapat mengganggu arus lalu lintas dan menimbulkan kerumunan masa. Terlebih lagi mengingat kondisi pandemi yang sedang terjadi saat ini.