Sidang Peninjauan Kembali (PK) yang rencananya dilaksanakan pada 6 Juli 2020 pukul 10.00 WIB oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mencuri perhatian media berita Indonesia. Pasalnya, sidang yang akan menghadirkan buronan 11 tahun, Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra ini kembali ditunda karena sang pemohon tidak dapat hadir dengan keterangan sakit. Lantas, seperti apa pemberitaan kasus ini di media berita daring Indonesia? Apa yang membuat sang koruptor ini lihai mengurus dan menyembunyikan diri?
Djoko Tjandra di Media Berita Daring
Dalam rentang waktu 29 Juni-17 Juli 2020, media monitoring Netray memantau pemberitaan terkait keyword ‘Djoko Tjandra’. Pada kurun waktu tersebut, ditemukan sebanyak 1.840 artikel dengan 69 media yang memberitakan terkait hal ini.
Sentimen negatif mendominasi pemberitaan terkait kata kunci ‘Djoko Tjandra’. Penangkapan, eksekusi, hingga pemberitaan orang-orang yang terlibat dalam kasus Djoko Tjandra menjadi berita negatif untuk entitas ini.
Munculnya Kembali Djoko Tjandra
Buronan 11 tahun ini mulai mendapat perhatian setelah dirinya mendaftarkan Peninjuan Kembali (PK) terhadap kasusnya tanggal 8 Juni 2020 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Hal ini menjadi sorotan karena Djoko Tjandra berhasil mendaftarkan dengan menggunakan KTP atas nama Joko Sugiarto Tjandra.
Menurut pantauan Netray, media mulai ramai menyoroti kasus ini pada tanggal 29 Juni 2020. Pada tanggal tersebut sidang PK pertama yang diajukan Djoko Tjandra di PN Jakarta Selatan ditunda lantaran absennya sang pendaftar. Lalu, 6 Juli 2020 topik ini kembali mencuat setelah mangkirnya lagi Djoko Tjandra pada sidang PK keduanya.
Selain sidang PK, media berita daring juga menyoroti status kewarganegaraan Djoko Tjandra. Pada 2009, sehari sebelum vonis Mahkamah Agung, Djoko Tjandra dikabarkan telah melarikan diri dari Indonesia. Semenjak itu, ia dikabarkan telah bersembunyi dan berganti kewarganegaraan menjadi warga negara Papua Nugini. Sehingga kembalinya Djoko Tjandra ke tanah air hingga dapat mendaftarkan diri untuk peninjauan kembali di PN Jaksel menjadi bahan pemberitaan media terkait pihak imigrasi yang berhasil dikelabuhi dan status kewarganegaraan Djoko Tjandra.
Selain kritik lemahnya pihak imigrasi terkait lihainya Djoko Tjandra masuk ke Indonesia, nama Asep Subahan sebagai Lurah Grogol juga ramai diperbincangkan. Asep digadang-gadang telah membantu mempermudah Djoko Tjandra dalam pembuatan e-KTP.
Atas kejadian ini, Asep Subahan dicopot dari jabatannya sebagai Lurah Grogol per tanggal 9 Juni 2020. Asep diduga telah menyalahgunakan jabatan dan berperan aktif melampaui tugas fungsinya dalam penerbitan e-KTP tersebut.
Lembaga Hukum Terlibat Kasus Djoko Tjandra
Selain hukum, dalam pantauan Netray kategori ‘pemerintahan‘ juga ikut mendominasi dengan presentase 19.4%. Hal ini terkait adanya keterlibatan badan pemerintahan dalam kasus ini. Kepolisian Republik Indonesia menjadi salah satu lembaga hukum yang ikut menjadi sorotan negatif terkait hal ini sehingga lembaga ini menjadi salah satu Top Organization.
Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo diduga berandil besar dalam penerbitan surat jalan Djoko Tjandra. Surat jalan ini digunakan Djoko Tjandra dalam perjalanannya ke Kalimantan pada tanggal 19 Juni 2020. Surat dengan dengan Nomor: SJ/82/VI/2020/Rokorwas tertanggal 18 Juni 2020 yang ditandatangani Prasetijo Utomo ini menjadi perhatian Indonesia Polise Watch (IPW). Dalam hal ini, IPW mempertanyakan keberanian yang dilakukan oleh Prasetijo dalam pengeluaran surat jalan tersebut. IPW juga menduga adanya persengkongkolan kejahatan besar dalam upaya penyelamatan buronan kakap ini.
Senasib dengan Lurah Grogol, Prasetijo Utomo mendapat hukuman copot jabatan dari Kapolri Jenderal Idham Azis. Pelepasan jabatan ini resmi tertuang dalam surat telegram bernomor ST/1980/VII/KEP./2020 tanggal 15 Juli 2020 dengan keterangan Prasetijo dimutasi menjadi Perwira Tinggi (Pati) Yanma Mabes Polri dalam rangka pemeriksaan. Hingga akhirnya Brigjen PU ditahan selama 14 hari di Provost Mabes Polri.
Tidak berhenti disini, citra buruk terhadap Korps Bhayangkara terus terungkap. Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigjen Nugroho Wibowo diduga telah mencabut Red Notice Djoko Tjandra. Surat No: B/186/V/2020/NCB.Div.HI tertanggal 5 Mei 2020 berisikan perintah Brigjen Nugroho untuk pengahapusan Red Notice Djoko Tjandra kepada Dirjen Imigrasi. Lalu berlanjut dengan beredarnya surat bebas Covid-19 yang dikeluarkan oleh Staf Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri dengan nomor: Sket/2214/VI/2020/Satkes. Namun, kasus pengeluaran surat sehat ini masih dalam penyelidikan sampai saat ini.
Dari gambar di atas, dapat dilihat beberapa portal media berita daring yang ikut meramaikan pemberitaan Djoko Tjandra. Sampai saat ini, berita tentang pengusutan keterlibatan pejabat pemerintahan masih ramai dituliskan media.
Perbincagan Warganet Twitter
Hampir sama dengan grafik media berita daring, gelombang perbincangan topik mulai mengalami puncak cuitan pada tanggal 6 dan 15 Juli 2020. Tagar #tangkapdjokotjandra sontak ramai dicuitkan warganet pada tanggal 6 Juli 2020 dan #yangbantudjokotjandrakabur pada tanggal 15 Juli 2020.
Pada tagar #tangkapdjokotjandra ini warganet ramai mencuitkan permintaan untuk penangkapan kasus korupsi cessie Bank Bali tersebut. Dukungan untuk penegak hukum digaungkan untuk segera ditangkapnya buronan kakap ini.
Sedangkan tagar #yangbantudjoktjandrakabur merupakan tagar ramai yang dibagikan ulang dari akun @xdigeeembok. Akun ini membuat utas tentang Djoko Tjandra, mulai dari memperkenalkan sosok hingga lika-liku kasus yang dialami.
Berikut ini adalah gambar jaringan percakapan hasil pantauan Netray pada cuitan terkait kata kunci ‘djoko tjandra’ dan ‘djokotjandra’. Akun @DivHumas_Polri didominasi dengan sentimen negatif, hal ini terlihat dari node merah yang mendominasi jaringan akun ini.
Sampai saat ini kasus ini masih ramai diberitakan oleh media berita daring Indonesia. Nama-nama petinggi penegak hukum yang terseret kasus ini sontak memberi citra buruk Korps Bhayangkara. Kelihaian Djoko Tjandra dalam mengecoh pemburu koruptor menjadi isu hangat yang tidak hentinya menjadi bahan pemberitaan. Hingga saat ini Kejaksaan Agung masih melacak keberadaan buronan kelas kakap ini.