Jawa VS Sumatra menjadi bahan pembicaraan warganet hingga menduduki trending pada 8 September 2021. Seperti kata pepatah, tidak ada asap jika tidak ada api. Konon hal ini bermulai dari tweet salah satu warganet yang memberikan kritikannya terkait suguhan soto di Pulau Jawa. Dari tweet tersebut lantas perdebatan warganet pun dimulai, seperti apa keramaiannya? Dan sebagai perwakilan putra Jawa dan Sumatra apa yang dibela atau disanggah dari tweet ini?
Sebelum lebih lanjut membahas tentang perdebatan warganet membela makanan di daerahnya, sedikit kita akan membahas tentang makanan soto dalam data.
Soto telah menjadi representasi kuliner Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pakar kuliner tradisional UGM, soto di Indonesia memiliki 75 jenis dari 22 daerah yang ada di Indonesia. Bahkan dalam satu daerah, seperti Jawa Timur terdapat 24 jenis soto yang dimiliki. Dengan keberagamannya ini, masih menjadi kesulitan untuk memilih jenis soto mana yang dipanggungkan di kancah internasional. Dilansir dari Lokadata, Sejarawan Universitas Padjajaran, Fadly Rahman mengatakan bahwa dengan adanya data tersebut patut ditindaklanjuti untuk menentukan soto yang akan dijadikan representasi kuliner Indonesia.
Berdasarkan data tersebut, bukankah sudah menjadi bukti bahwa kuliner di Indonesia memanglah beragam? Bahkan soto dalam satu daerah pun memiliki jenis yang berbeda. Lalu mengapa pembahasan soto yang berawal dari sebuah tweet keluhan bisa menarik animo netizen hingga berujung pada perdebatan Jawa vs Sumatera? Apa saja poin yang disorot dan diperdebatkan?
Soto menjadi Pemicu Jawa VS Sumatra
Diulik dari beberapa media berita, Laila Dimyati merupakan seorang Q Arabica Grader atau pencicip kopi profesional yang telah mendapat akreditasi bertaraf internasional dari Coffee Quality Institute (CQI). Laila yang juga merupakan barista pertama di Lampung ini menuai sorotan warganet setelah tweet yang diunggahnya pada 7 September 2021. Tweet kontroversi ini bermula dari akun @lailadimyati yang mengeluhkan tentang isian soto di Jawa yang dinilai kurang memuaskan bagi dirinya yang berlatar belakang orang Sumatra.
Berdasarkan kejadian tersebut, soto menjadi objek utama dalam pembahasan topik ini sehingga tak salah apabila diksi soto berada dalam jajaran Top Words Netray. Dengan menggunakan kata kunci soto, Media Monitoring Netray menemukan tweet-tweet yang terbagi menjadi dua kubu, yakni pro dan kontra atas tweet Laila. Di dalam kubu pro, beberapa warganet juga membenarkan tentang adanya porsi yang dinilai kurang memuaskan. Hal ini lantaran topping soto, yakni babat sapi disajikan dalam porsi yang sedikit bahkan menurutnya dapat ‘dihitung jari’. Selanjutnya, di kubu kontra yang mayoritas adalah orang Jawa tentunya memiliki argumen untuk mematahkan opini tersebut. Salah satu warganet berbalik mengkritik tweet tersebut dengan mengatakan kebiasaan makan mewah tersebut belum tentu terjadi kepada semua orang Sumatra.
Perpecahan Warganet Jawa dan Sumatra
Wait, tak berhenti di soto saja dong. Ternyata perdebatan ini masih berlangsung bahkan perbincangan terkait kata kunci Jawa dan Sumatera mampu menembus hingga 52 ribu tweet dalam 3 hari pemantauan. Bahkan 17 ribu di antaranya terdeteksi sebagai tweet bersentimen negatif. Meski kata kunci yang dibubuhkan terlalu umum digunakan, namun dapat kita lihat kembali melalui Top Words yang telah disajikan oleh Netray. Dari kedua kata kunci ini, yang menjadi pembahasan dominan ialah makanan, nasi, lauk, soto, ribut, padang, bahkan berantem. Jadi, mari kita lihat lebih detail lagi, apa sih yang diperdebatkan warganet?
Si Jawa
Pastinya, akibat dari tweet ini terjadi perpecahan antara warganet Jawa dan Sumatra. Hal ini lantaran secara alamiah manusia memiliki emosi yang salah satunya ialah marah. Dikutip dari Wikipedia, semua emosi berasal dari sistem limbik otak yang kira-kira berukuran sebesar sebuah kacang walnut dan terletak di batang otak. Orang-orang cenderung merasa bahagia ketika sistem limbik mereka secara relatif tidak aktif, begitu sebaliknya.
Perdebatan soto tersebut tak hanya memicu sanggahan makanan saja, tetapi warganet Jawa juga membela Tanah Jawa dengan memberikan opini terkait kultur budayanya. Salah satunnya ialah ‘nerimo ing pandum’ yang artinya ikhlas atau menerima segala pemberian dari Tuhan. Hal ini juga termasuk dalam budaya makan orang Jawa yang telah terbiasa menikmati apapun pemberian tanpa banyak bertanya.
Si Sumatra
Akibat ramainya serangan dari warganet Jawa, maka warganet Sumatra pun tak ingin diam saja. Salah satu warganet memberikan keterangan tambahan terkait banyaknya kondimen sebuah makanan yang terdapat di Sumatra sedangkan hal ini berbanding terbalik dengan makanan di Jawa. Bahkan warganet Sumatra pun membandingkan topping nasi Padang di Jawa dengan Sumatra. Namun, tak semua warganet Sumatra setuju atas hal tersebut. Salah satu akun mengatakan bahwa orang Batak pun terkadang hanya cukup makan dengan 2 jenis lauk, yakni panggangan dan sambal getah/gota.
Tweet soto dari warganet Sumatra tersebut tentu saja banyak mendapat respons negatif dari warganet lainnya, terutama warganet Jawa yang merasa ‘terhina’ kulinernya. Namun, tak hanya warganet Jawa bahkan warganet Sumatra pun ikut menyerang tweet tersebut. Salah satu warganet Sumatra mengatakan bahwa orang Sumatra telah diajarkan ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’. Dengan kata lain warganet ini memberikan nasihatnya bahwasannya sebagai perantau sebaiknya ia dapat menghormati adat atau budaya yang berlaku di daerah tersebut. Tak hanya itu, warganet Sumatra lain pun juga mengungkapkan kekesalannya karena tweet soto tersebut dapat memberikan citra buruk bagi orang Sumatra.
Top Accounts
Dari sekian puluh ribu tweet yang membicarakan Jawa dan Sumatra lantas siapa saja akun yang ikut meramaikan dan mendapatkan impresi tertinggi dari topik ini? Akun @mazzini_gsp menempati peringkat teratas dengan total impresi sebanyak 15.439. Tweet Mazzini yang paling banyak mendapat sorotan ialah tweet yang berisikan respons atas kejadian ini. Mazzini memberikan kritikannya dengan mengatakan bahwa tak heran apabila Indonesia pernah dijajah bahkan hingga ratusan tahun karena hanya perkara kecil saja dapat terjadi perpecahan suku. Selain itu, Mazzini juga berpendapat jika perdebatan perihal makanan Jawa dan Sumatra akan terasa ‘seru’ apabila tidak diselipkan unsur SARA. Hal ini disebabkan perdebatan budaya makanan tersebut dapat dilihat sebagai kekayaan yang dimiliki Indonesia.
Indonesia yang kaya akan budaya benar adanya apabila juga memiliki ribuan kuliner khas Tanah Air. Bahkan menurut Prof. Dr. Ir. Murdjiati Gardjito, seorang peneliti dan pakar kuliner senior, terdapat 3.259 kuliner yang ada di Indonesia. Dengan demikian, benar kata Mazzini bahwa perdebatan budaya makanan antar daerah seharusnya dilihat sebagai kekayaan dan banyaknya faktor yang memengaruhi kekhasan budaya makanan. Bukankah demikian, gais? Jadi, udahan dulu yaa debatnya. Yuk, perkenalkan kuliner daerahmu dengan komen di bawah ini!