Pemerintah berencana untuk mengebut Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Ciptaker dengan meminta DPR segera membahasnya. Alasannya adalah paket undang-undang ini dinilai dapat menolong Indonesia dari depresi ekonomi selama pandemi Covid-19.
Akan tetapi, narasi pemerintah tersebut tidak diterima secara mentah-mentah oleh masyarakat. Sejumlah aliansi masyarakat terbentuk guna memprotes rencana kebijakan tersebut. Protes pun berkembang menjadi aksi turun ke jalan raya di beberapa wilayah.
Pembicaraan terkait Omnibus Law dan aksi protes turun ke jalan tersebut mendatangkan respon dari sosial media, khususnya warganet Twitter. Media monitoring Netray kemudian melakukan pemantauan di sosial media selama periode 10 Juli 2020 s.d 17 Juli 2020 untuk melihat respon masyarakat melalui Twitter.
Pantauan Topik Omnibus Law di Twitter
Pemantauan ini menggunakan sejumlah kata kunci, seperti omnibus law, gagalkanomnibuslaw, jegalsampaigagal, demo mahasiswa, jokowi, reformasidikorupsi, hingga atasiviruscabutomnibus. Dengan kata kunci tersebut Netray dapat menjaring cuitan sebanyak lebih dari 10 ribu.
Apa yang Mereka Bicarakan?
Dari cuitan warganet Twitter, sentimen kata kunci secara agregatif menunjukan kecenderungan arah sentimen positif. Meski demikian, sentimen negatif tetap menguntit dengan jarak yang tidak terlalu jauh.
Netray menemukan bahwa pembicaraan tentang paket undang-undang Ciptaker memadati Twitter pada tanggal 15 Juli dan memuncak sehari setelahnya. Hal ini mengikuti perkembangan di dunia nyata ketika tanggal tersebut diagendakan sebagai waktu aksi serentak menolak Omnibus Law Ciptaker.
Sentimen terhadap isu ini diwujudkan dalam sebuah gelombang protes alih-alih sekedar kritik kebijakan semata. Protes tersebut ditemukan Netray melalui kehadiran sejumlah kata yang tersebar di Twitter. Kata-kata semacam turun, jalan, mahasiswa, hingga tolak merupakan kata yang kerap digunakan dalam agenda protes. Mereka mengisi sejumlah cuitan dengan persentase kuantitas cukup tinggi.
Seruan Aksi di Media Sosial
Sebagai seruan aksi, tentu saja ada beberapa figur akun yang menggerakkan protes paket Undang-Undang Ciptaker. Atau, jika mereka bukan penggerak, akun ini terhitung yang paling vokal menyuarakan.
Menilik siapa saja yang bergerak, Netray menemukan sejumlah akun aktivis yang menjadi barometer bagi warganet Twitter. Top Account yang berhasil dihimpun Netray antara lain @FraksiRakyat_ID, @antikorupsi, @aksilangsung, hingga akun aktivis @VeronicaKoman.
Selain melancarkan protes, akun-akun ini juga memberikan reportase terkait kondisi demonstrasi pada tanggal 16 Juli 2020. Mereka juga menggalang solidaritas baik di dunia nyata maupun di sosial media.
Sasaran Cuitan/Aksi Protes
Aksi protes melalui cuitan tersebut dilakukan oleh warganet dan dialamatkan kepada dua institusi pemerintahan yang bertanggung jawab atas lahirnya kebijakan ini, yaitu Lembaga Legislatif dan Eksekutif. Presiden Joko Widodo selaku Presiden RI melalui akunnya @Jokowi disebut sebanyak 3,303 kali, sedangkan @DPR_RI dicatut sebanyak 2,177 kali.
Kacamata Media
Dengan periode riset yang terbatas, pemberitaan tentang topik Omnibus Law berfokus pada aksi demonstrasi sembari tetap menyinggung wacana kontroversi di balik undang-undang. Peliputan aksi massa juga cenderung normatif, bahkan pada hari ketika aksi dilakukan, sentimen positif cenderung menguasai pemberitaan.
Evaluasi atas aksi seakan baru muncul sehari pasca aksi demonstrasi. Sentimen media mulai berimbang antara yang negatif dengan yang positif, baik untuk penanganan aksi maupun praktik demonstrasi itu sendiri. Mulai dari penangkapan demonstran hingga prosedur yang berlebihan.
Kesimpulan
Perdebatan terkait Omnibus Law Ciptaker masih akan kembali meramaikan media sosial hingga keputusan atas keberlanjutan paket undang-undang ini benar-benar diketuk. Hingga waktu itu, perdebatan akan kembali meredup seperti sehari setelah aksi massa.
Kenyataan bahwa sentimen positif masih mewarnai topik ini dapat membuka ruang diskusi yang baru. Apakah masyarakat memiliki pandangan masing-masing terkait kebijakan Omnibus Law yang disinyalir akan merugikan banyak pihak? Atau apakah terdapat manuver tertentu yang membuat citra dari kebijakan tersebut dinilai baik bagi masyarakat?