Pada tanggal 3 Mei 2021 lampau, kanal media Pinterpolitik.com memuat sebuah laporan yang membahas dua orang keluarga dekat Presiden Joko Widodo yang kini menjadi pejabat publik. Mereka adalah putra Presiden, Gibran Rakabuming yang menjadi wali kota Solo dan menantu, Bobby Nasution yang menjabat wali kota Medan, Sumatera Utara. Tulisan tersebut menyandingkan keduanya sebagai politisi junior yang memikat perhatian publik.
Tertarik dengan laporan tersebut, Netray Media Monitoring lantas memantau pemberitaan media massa yang menjangkau keberadaan dua figur tersebut. Pemantauan ini dilakukan selama periode 8 hari mulai tanggal 1 Mei hingga 8 Mei 2021. Tujuannya adalah mendapatkan data sefaktual mungkin. Rentang periode pemantauan menentukan apakah data yang dihasilkan sudah cukup mewakili atau justru kehilangan fokus karena terlalu lama.
Dari pemantauan ini Netray menemukan sejumlah data untuk kemudian dianalisis. Dari analisis tersebut, Netray ingin menemukan setidaknya dua hal. Pertama, isu apa saja yang sempat melingkupi sosok Gibran dan Bobby akhir-akhir ini. Kedua, bagaimana perspektif dan pendekatan media massa kala memberitakan kedua figur tersebut. Hasilnya bisa disimak di bawah ini.
Statistika Pemberitaan Wali Kota Gibran dan Bobby
Data statistika merupakan informasi awal yang dirangkum Netray terkait topik ini. Selama periode pemantauan ditemukan 250 berita yang mencatut nama Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution. Ratusan laporan ini diterbitkan oleh 54 media massa daring baik nasional maupun lokal. Kategori pemerintahan dan hukum menjadi kategori pemberitaan terbanyak, meski dari grafik di bawah ini terlihat persebaran kategori terhitung cukup merata.
Peak TIme
Bobby Nasution
Gibran Rakabuming
Lebih spesifik lagi, berita yang memuat nama Gibran terbit sebanyak 174 kali sedangkan nama Bobby muncul di 88 pemberitaan. Tidak satu hari pun kedua sosok tersebut absen dari laporan media massa. Dengan volume tertinggi pemberitaan terjadi pada tanggal 2 Mei 2021. Sebagai anggota keluarga Presiden Joko Widodo, kedua figur politisi muda ini tentu saja akan selalu mendapat sorotan dari media massa terkait sepak terjang mereka sebagai wali kota Solo dan Medan.
Untuk rangkuman sentimen pemberitaan, Netray menemukan bahwa media massa menulis artikel dengan bobot sentimen positif atau negatif dalam jumlah yang hampir berimbang. Sebanyak 118 artikel ditulis dengan sentimen positif, sedangkan 90 berita memiliki sentimen negatif. Sisanya ditulis dengan pendekatan yang lebih netral. Pemaparan konteks dan isu pada bab selanjutnya bisa menjadi gambaran mengapa sentimen tersebut bisa menghasilkan data yang sedemikian rupa.
Dari Wacana Pungli, Pandemi, hingga Konflik Vertikal Kepemimpinan Daerah
Selepas pemaparan data statistika, analisis berikutnya bisa menginjak ke ranah konten pemberitaan. Analisis dilakukan melalui penelusuran sejumlah data spesifik untuk menemukan fakta tertentu. Seperti dalam diagram Peak Time yang menampilkan informasi volume tertinggi pemberitaan jatuh pada tanggal 2 Mei.
Setelah dicermati lebih lanjut, diketahui bahwa isu pungutan liar (pungli) di Solo menjadi pemicu tingginya volume pemberitaan. Wali kota Gibran menemukan fakta bahwa di wilayah kepemimpinannya terdapat praktik pungli berkedok sumbangan zakat fitrah. Pungli tersebut dilakukan oleh linmas setempat terhadap setidaknya 145 unit usaha yang beroperasi di tempat tersebut. Dari praktik ini sempat terkumpul dana senilai Rp 11,5 juta.
Gibran diberitakan marah besar. Ia lantas mengembalikan uang tersebut kepada pemilik semula. Buntut peristiwa ini, lurah tempat kejadian pungli dicopot oleh Gibran. Menurutnya praktik ini sudah menyalahi aturan meski warga setempat menyebutnya sebagai tradisi puluhan tahun. Aksi pencopotan lurah ternyata juga pernah dilakukan oleh Bobby Nasution di Kota Medan. Media menyebut sikap mereka sebagai tindakan tegas sekaligus semacam kekompakan antar anggota keluarga Presiden Joko Widodo.
Data selanjutnya yang dapat ditelisik adalah diagram Top Words yang berisi kata yang paling sering muncul dalam pemberitaan media massa daring selama periode pemantauan. Selain kata yang berhubungan dengan topik sebelumnya, kata medan dan covid juga cukup banyak ditulis oleh pewarta nasional maupun lokal.
Kemunculan kata ini ternyata dipicu kasus kerumunan massa di wilayah Kesawan City Walk (KCW) di Kota Medan. Di tengah situasi pandemi, adanya kejadian seperti ini tentu sangat disayangkan. Selaku wali kota, Bobby dinilai bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Ia lantas menutup kawasan KCW selama 7 hari hingga lebaran nanti. Bobby mengklaim bukan Covid alasan penutupan ini.
Isu ternyata melebar hingga menjurus konflik vertikal antara pihaknya dengan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi. Gubsu Edy mengancam akan menutup kawasan kuliner kota tua tersebut jika tidak bisa diatur. Dari pemberitaan media massa daring, Edy sudah dua kali memperingatkan Bobby terkait masalah ini. Dari sini media kembali mengingat sejarah perseteruan di antara kedua pemimpin daerah tersebut yang ternyata terjadi tidak hanya satu kali saja.
Permasalahan covid ternyata juga menghinggapi kepemimpinan saudara ipar Bobby di Kota Solo. Menjelang akhir bulan Ramadan, Gibran kembali menghadapi tradisi masyarakat yang sangat berbahaya ketika dilakukan pada masa pandemi. Kota Solo dan sekitarnya selalu menjadi tujuan mudik warga pendatang dari berbagai wilayah, terutama wilayah Jabodetabek.
Gibran sempat memperbolehkan warga Solo Raya melakukan mudik, namun secara lokal saja. Meskipun ia menganjurkan kepada warga agar tetap menahan diri. Yang lebih kontroversial adalah Gibran memperbolehkan tempat wisata untuk tetap buka. Hal ini memicu perdebatan di ranah publik pasalnya kebijakan ini kontraproduktif dengan aturan larangan mudik dari luar kota yang diterapkan di wilayah Solo Raya.
Besarnya tekanan dari masyarakat membuat wali kota Gibran merevisi aturannya sendiri. Kegiatan wisata kembali diperuntukkan kepada warga lokal dan ia meminta tempat wisata benar-benar menerapkan protokol kesehatan. Pihaknya juga memperketat penjagaan di jalur masuk wilayah Solo Raya dengan melakukan sidak di Simpang Joglo. Gibran mengaku masih kecolongan ketika masih ada pemudik yang lolos masuk ke Solo menggunakan bus.
Sepak terjang Gibran melawan aksi pungli di Kota Solo menyumbang banyak sentimen positif terhadap pemberitaannya. Namun, permasalahan mudik dan pandemi sedikit banyak menyumbang sentimen negatif. Begitu juga dengan perseteruan Bobby dengan Gubsu Edy. Disharmoni kepemimpinan daerah tentu dipandang buruk oleh masyarakat. Walaupun sedikit terobati dengan kebijakan yang tegas dari pihaknya terkait kerumunan massa di KCW. Dinamika semacam ini tentu akan sangat mempengaruhi karir Gibran dan Bobby ke depannya, di bawah panji dinasti Joko Widodo.