Isu poligami kembali muncul di jagat maya pada awal bulan Juli 2019. Wacana pengajuan Perda Aceh atau lebih khususnya disebut Qanun Hubungan Keluarga yang didalamnya mengatur syarat-syarat berpoligami menjadi perbincangan hangat di media sosial. Pro-kontra terkait legalisasi poligami di Aceh tersebut pun bermunculan.
Meskipun praktik poligami telah berjalan sejak dahulu, legalitas atau keabsahan dari segi hukum masih belum diakui. Dengan kata lain, status istri kedua dan seterusnya dari pasangan poligami tersebut tidak diakui negara sehingga tidak memiliki perlindungan hukum. Kini, wacana pengesahan Qanun Hukum Keluarga yang mengatur soal poligami telah bergulir dan menimbulkan banyak reaksi di media sosial. Beralasan untuk mengatasi fenomena maraknya nikah siri dan perlindungan terhadap perempuan, bagaimana reaksi warganet Twitter menanggapi hal tersebut? Bersama sosial media monitoring Netray, mari kita telusuri selengkapnya.
Infografik Cuitan Warganet Soal Wacana Legalisasi Poligami
Di minggu pertama Juli 2019, total cuitan yang membahas poligami di Twitter ialah sebanyak 7.869 cuitan. Cuitan terkait poligami mengalami kenaikan cukup tinggi pada periode 6-10 Juli 2019. Hal tersebut sejalan dengan naiknya berita soal wacana pengesahan Perda Aceh yang didalamnya mengatur soal syarat-syarat poligami pada 6 Juli 2019. Cuitan memuncak pada 7 Juli 2019 dengan total 2.193 cuitan. Berikut grafik cuitan terkait pembahasan legalisasi poligami pada 7 Juli 2019.
Dari Gambar 2 di atas terlihat bahwa pembahasan soal legalisasi poligami Aceh ramai diperbincangkan warganet sejak dini hari hingga mengalami puncak penurunan pada pukul 03:00 WIB. Pembahasan soal poligami kembali mengalami kenaikan hingga memuncak pada pukul 10:00 WIB. Setelah pukul 10:00 WIB perkembangan cuitan warganet mengalami fluktuasi hingga memuncak pada pukul 16:00 dan turun kembali pada pukul 23:00.
Wacana yang Menjadi Kontroversi
Pembahasan soal poligami selalu menuai pro dan kontra. Dari kurva awal bulan Juli 2019 terkait pembahasan soal poligami di atas, terlihat bahwa sentimen negatif mendominasi sebagian besar cuitan warganet di Twitter, yaitu 2.597 banding 1.004. Bahkan, ketika pemberitaan terkait wacana legalisasi poligami di Aceh naik ke media sosial pada 6 Juli 2019, respon warganet terus mengalami kenaikan hingga mencapai puncak pada 7 Juli 2019 dan mulai menurun kembali pada 8 Juli 2019. Kira-kira apa yang menjadi sorotan warganet sehingga pembahasan soal poligami menjadi ramai di media sosial Twitter? Berikut, Netray sajikan gambaran topik atau isu yang berkembang di Twitter terkait wacana legalisasi poligami di Aceh.
Dari Gambar 4 di atas dapat diamati bahwa poligami sebagai topik pembicaraan menjadi satu-satunya kosakata yang memiliki frekuensi kemunculan tinggi. Selain persoalan poligami dan Aceh secara umum, warganet juga membicarakan status istri/ perempuan/ wanita dalam hubungannya dengan qanun poligami dan masalah keadilan yang menjadi syarat wajib di dalamnya. Untuk melihat topik-topik yang dibahas warganet di Twitter terkait wacana legaliasi poligami di Aceh serta pandangan warganet terhadap isu tersebut berikut Netray rangkum selengkapnya.
Menekan Angka Nikah Siri
Salah satu alasan diajukannya rancangan Perda Aceh yang di dalamnya memuat bab legalisasi poligami adalah maraknya kasus nikah siri di Aceh. Seperti diketahui, status pernikahan siri ialah sah menurut agama tetapi tidak sah atau tidak diakui secara hukum. Hal tersebut karena sejak awal Indonesia menganut hukum pernikahan monogami atau satu istri saja, tidak lebih. Sementara itu, sebagai daerah yang menganut hukum berdasarkan syariat Islam tentu saja praktik poligami banyak ditemukan di Aceh. Oleh karena hukum yang mengatur poligami belum ada maka kebanyakan masyarakat Aceh memilih untuk menikahi istri kedua, ketiga, dan keempat secara siri. Dengan demikian, status dan hak istri maupun anak-anak dari pernikahan siri tersebut tidak memiliki payung hukum.
Sebagian besar warganet paham bahwa angka nikah siri di Aceh cukup tinggi dan perlu ada langkah atau tindakan dari pemerintah untuk menguranginya. Namun, legalisasi poligami dengan alasan melindungi hak perempuan yang menjadi istri siri kurang dapat diterima. Warganet menyarankan pemerintah untuk lebih fokus meningkatkan pemberdayaan dan edukasi bagi perempuan agar lebih mandiri baik dari segi finansial maupun pola pikir. Warganet juga mengkhawatirkan apabila poligami dilegalkan secara hukum maka akan banyak perempuan dan anak-anak yang menjadi korban mengingat kondisi kualitas masyarakat Indonesia pada umumnya.
Melindungi Hak Perempuan atau Menyakiti Perempuan?
Alasan pemerintah daerah Aceh dalam mengajukan rancangan Qanun Hukum Keluarga yang berisi legalisasi poligami untuk melindungi hak perempuan disambut baik oleh warganet. Pasalnya, selama ini perempuan yang dinikahi secara siri tidak diakui secara hukum sehingga tidak mendapatkan hak dan perlakuan yang sama dengan istri pertama. Dengan adanya qanun yang mengatur soal poligami, perempuan yang menjadi istri kedua dan seterusnya akan mendapat hak yang sama dengan istri pertama.
Meskipun alasan pemerintah untuk melindungi perempuan itu terdengar baik, banyak warganet yang menyayangkan tindakan pelegalan poligami di Aceh sebagai satu-satunya solusi. Warganet khawatir jika legalisasi poligami tersebut nantinya hanya akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang kurang paham dengan ‘poligami’ dan ujungnya malah menyakiti kaum perempuan.
Menjalankan Syariat atau Tidak Mampu Menata Syahwat?
Selain mempermasalahkan soal alasan pemerintah dalam mengajukan rancangan qanun soal poligami, warganet juga mempertanyakan alasan orang-orang yang memilih poligami karena mengikuti sunah Nabi. Seperti diketahui, Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya memiliki lebih dari satu istri. Sebagai umat Muslim, segala perilaku Rasulullah tentu saja ingin diikuti karena merupakan sunah.Warganet kesal apabila banyak orang yang berpoligami dengan dalih mengikuti sunah padahal hanya mengikuti nafsu. Sunah Nabi banyak, tapi kenapa hanya poligami yang paling digembor-gemborkan?
Pertanyaan warganet tersebut pada dasarnya beralasan sebab selama ini kebanyakan orang yang berpoligami memiliki istri kedua, ketiga, dan seterusnya lebih muda daripada istri pertama. Hal tersebut menurut warganet berbeda dengan zaman Rasulullah. Pada zaman Rasulullah, poligami dimaksudkan untuk mensejahterakan kaum perempuan. Oleh karena itu, tidak heran jika sebagian besar istri Nabi merupakan janda yang ditinggal mati oleh suaminya karena perang.
Warganet: Silakan Poligami, Asal Sama Janda
Banyaknya fenomena orang menikahi perempuan-perempuan lajang dan menjadikannya istri kedua, dan seterusnya dengan alasan mengikuti sunah Nabi menjadikan warganet kesal. Oleh karena itulah, muncul cuitan-cuitan warganet yang mempersilakan orang-orang berpoligami asalkan dengan janda.
Poligami Boleh Asal Adil: Yakin Bisa Adil?
Di dalam rancangan qanun yang mengatur bab poligami telah tertulis berbagai syarat yang wajib dipenuhi oleh seorang yang hendak berpoligami. Salah satu syarat yang dipersoalkan warganet di Twitter adalah soal “berlaku adil”. Sebagaimana dalam Al-Quran, poligami diperbolehkan apabila dapat berlaku adil, seandainya tidak maka lebih baik jangan. Hal tersebut menjadi perdebatan warganet Twitter ketika membahas soal wacana legalisasi poligami di Aceh.
Salah satu cuitan dari @tubirfess di atas mendapat banyak tanggapan dari warganet di Twitter. Banyak warganet yang mempertanyakan soal perilaku adil dalam praktik berpoligami. Sebagian besar warganet setuju apabila poligami diperbolehkan karena pada dasarnya memang telah diatur dalam kitab suci Al-Quran. Akan tetapi, banyak warganet yang menekankan bahwa perilaku ‘adil’ yang dimaksud harus dipahami dengan baik sebab menurut warganet pada dasarnya manusia itu tidak bisa benar-benar berlaku adil.
Jaringan Percakapan
Untuk melihat siapa saja akun yang terlibat dan dilibatkan dalam pembahasan terkait legalisasi poligami, berikut Netray sajikan Jaringan Percakapan di Twitter.
Dari Gambar 5 di atas dapat diamati bahwa pembahasan soal wacana legalisasi poligami membentuk jaringan besar. Beberapa akun resmi dari media berita online yang menerbitkan isu terkait seperti @detikcom dan @VIVAcoid ikut masuk dalam jaringan percakapan warganet di Twitter. Hal tersebut karena artikel yang dibagikan oleh akun media berita tersebut banyak mendapat tanggapan dari warganet di Twitter. Berbagai sentimen, baik negatif, positif, maupun netral pun ikut menghiasi jaringan percakapan di akun media tersebut. Selain akun media berita, beberapa akun pribadi seperti @AmbarwatiRexy juga memiliki jaringan terkait yang cukup luas. Setelah ditelusuri, akun tersebut merupakan salah satu akun warganet yang kontra terhadap legalisasi poligami. Beberapa cuitannya yang ramai ditanggapi warganet lain ialah sebagai berikut.
Demikian pula dengan akun @tubirfess yang memiliki jaringan paling besar. Akun tersebut merupakan akun yang membahas persoalan yang sedang viral atau banyak diperdebatkan. Banyak warganet yang membagikan pendapat dan pandangannya tentang legalisasi poligami pada akun ini.
Apakah Legalisasi Poligami Merupakan Satu-Satunya Solusi?
Tidak dapat dipungkiri bahwa praktik poligami tetap berjalan lancar meskipun Indonesia sendiri menganut hukum pernikahan monogami atau satu istri. Oleh karena itulah banyak persoalan yang dihadapi oleh pasangan poligami. Istri dari penikahan kedua dan seterusnya tidak diakui secara sah oleh negara dan tidak memiliki perlindungan hukum apabila terjadi tindak kekerasan atau ketidakadilan dalam rumah tangga mereka. Akibatnya banyak perempuan dan anak yang menjadi korban. Hal inilah yang mendorong pemerintah daerah Aceh berwacana melegalkan poligami sehingga pasangan poligami nantinya akan memiliki badan perlindungan.
Tidak sembarangan, pemerintah daerah Aceh juga menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum warganya diperbolehkan berpoligami. Beberapa syaratnya adalah harus mampu, baik secara lahir maupun batin, serta dapat berlaku adil. Sebagian besar warganet mempersoalkan syarat ‘adil’ yang diwajibkan dalam praktik poligami tersebut. Pasalnya, ‘adil’ merupakan kata sifat yang tentu saja tidak bisa diukur dengan kongkret. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mengukur ke’adil’an tersebut?
Lalu, apakah legalisasi poligami merupakan satu-satunya solusi terhadap fenomena maraknya nikah siri? Bukankah sebaiknya masyarakat, khususnya kaum perempuan mendapatkan edukasi mengenai pentingnya pemberdayaan diri agar lebih mandiri baik dari segi finansial maupun pola pikir. Dengan demikian, dilegalkan atau tidaknya poligami pemerintah tetap ikut andil dalam melindungi kaum perempuan.