HomeNetray UpdateMedia MonitoringStrategi Terbaik untuk Mengelola Krisis Media yang Harus Anda Ketahui!

Strategi Terbaik untuk Mengelola Krisis Media yang Harus Anda Ketahui!

Published on

Di era digital, informasi menyebar sangat cepat melalui media sosial dan berita online. Perusahaan, organisasi, dan individu berada di bawah pengawasan publik yang ketat, yakni setiap tindakan dapat dengan cepat menjadi isu besar. Krisis media, seperti skandal atau layanan yang buruk, bisa menyebar cepat dan merusak reputasi jika tidak dikelola dengan baik.

Krisis media adalah situasi ketika perusahaan, organisasi, atau individu menghadapi liputan negatif yang meluas di media massa dan media sosial yang berpotensi merusak reputasi secara signifikan. Krisis ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari insiden internal seperti kesalahan operasional atau pernyataan kontroversial, hingga masalah eksternal seperti kampanye boikot, skandal, atau tuntutan hukum. 

Reaksi publik yang cepat menuntut transparansi dan respons tanggap. Tanpa strategi krisis yang baik, reputasi yang dibangun selama bertahun-tahun bisa hancur dalam sekejap. Selain itu, risiko hukum, kerugian finansial, dan hilangnya pelanggan sering kali menyertai krisis yang tidak tertangani. Oleh karena itu, mengelola krisis media menjadi esensial untuk mempertahankan reputasi dan kelangsungan jangka panjang.

Jenis-Jenis Krisis Media

Jenis-jenis krisis media dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu krisis internal, krisis eksternal, krisis media sosial, dan krisis berulang. 

Krisis internal muncul dari dalam organisasi atau perusahaan, biasanya disebabkan oleh kesalahan operasional, perilaku karyawan, kebijakan internal, atau tindakan yang melanggar etika. Contoh krisis ini meliputi skandal yang melibatkan eksekutif perusahaan, pelanggaran keamanan data, atau kesalahan produksi yang membahayakan konsumen. Dampaknya, krisis internal cenderung merusak kepercayaan publik terhadap integritas organisasi, menurunkan reputasi, dan mengakibatkan hilangnya pelanggan. 

Krisis eksternal, di sisi lain, disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendali organisasi, seperti perubahan kebijakan pemerintah, perubahan sosial, atau ancaman dari pihak ketiga. Contoh krisis eksternal bisa berupa kampanye boikot terhadap produk atau layanan tertentu karena perbedaan pandangan politik, dampak hukum negatif terhadap bisnis, atau bencana alam yang mempengaruhi operasional perusahaan. Krisis ini dapat mengganggu bisnis, merusak hubungan dengan pemangku kepentingan, atau memicu gelombang negatif di media jika tidak dikelola dengan baik.

Krisis media sosial terjadi saat informasi negatif, benar atau salah, menyebar di platform seperti Twitter, Facebook, atau TikTok. Krisis jenis ini dipicu oleh unggahan viral, ulasan buruk, atau kesalahan komunikasi. Krisis ini cepat meluas dan dapat merusak reputasi perusahaan. Review negatif dari influencer bisa menjadi pemicu apabila perusahaan tidak mengelola krisis media dengan baik. Publik yang bereaksi masif memperpanjang krisis, membuatnya sulit dikendalikan.

Terakhir, krisis berulang terjadi ketika sebuah organisasi terus menghadapi masalah yang sama atau serupa secara berkala, biasanya karena kegagalan mengatasi akar penyebab krisis sebelumnya. Contohnya adalah perusahaan yang terus mengalami masalah kualitas produk atau yang berulang kali dikritik karena pelanggaran lingkungan. Krisis berulang ini dapat memicu hilangnya kepercayaan publik secara permanen, karena masyarakat dan pemangku kepentingan mungkin merasa bahwa perusahaan tidak berkomitmen untuk memperbaiki masalah.

Gambar 1. Ilustrasi krisis media Image by Gerd Altmann from Pixabay

Tahapan Mengelola Krisis Media

  1. Tahap Persiapan (Prevention & Preparation). Mengelola krisis media yang pertama adalah dengan mengidentifikasi potensi krisis dengan memetakan area-area rawan. Seperti operasional, layanan pelanggan, komunikasi, dan hubungan publik. Selanjutnya susun rencana manajemen krisis yang mencakup langkah-langkah selama krisis, struktur tim manajemen krisis, serta strategi komunikasi yang diuji secara berkala. Tim juga harus dilatih untuk menghadapi situasi darurat, terutama keterampilan komunikasi, pengambilan keputusan cepat, dan mitigasi risiko.
  2. Tahap Respon Awal (Initial Response) dimulai ketika tanda-tanda awal krisis terdeteksi. Tim manajemen krisis harus segera mendeteksi dan menilai situasi melalui berbagai sumber, seperti media sosial, laporan internal, atau pihak ketiga. Setelah krisis diidentifikasi, tindakan cepat harus diambil untuk membatasi dampaknya, termasuk pernyataan singkat atau klarifikasi. Penting untuk mengumpulkan semua informasi relevan guna menyusun strategi berdasarkan fakta yang akurat.
  3. Tahap Komunikasi (Communication During Crisis). Komunikasi dalam mengelola krisis media harus dilakukan dengan jelas, transparan, dan konsisten. Pesan utama disampaikan dengan nada empati dan bertanggung jawab. Tentukan juru bicara yang tepat, biasanya dari jajaran eksekutif atau manajemen senior, yang mampu berkomunikasi dengan baik. Manfaatkan secara efektif berbagai saluran komunikasi, seperti media sosial, siaran pers, konferensi pers, serta komunikasi langsung.
  4. Tahap Resolusi (Crisis Resolution) meliputi proses evaluasi dampak krisis serta penentuan tindakan korektif yang diperlukan. Lakukan analisis dampak dari segi finansial, reputasi, dan operasional, serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Pemulihan reputasi adalah langkah penting guna menunjukkan bahwa mereka telah melakukan perbaikan nyata dan mencegah terulangnya krisis serupa. Komunikasi lanjutan juga diperlukan untuk memastikan pemangku kepentingan mengetahui bahwa tindakan nyata telah diambil.
  5. Tahap Pembelajaran (Post-Crisis Learning). Tahap mengelola krisis media terakhir adalah dengan analisis mendalam terkait penyebab krisis, respons yang dilakukan, serta hasil yang dicapai. Dari analisis ini, manajemen dapat mengidentifikasi keberhasilan dan celah yang perlu diperbaiki. Selanjutnya rencana manajemen krisis dapat diperbarui untuk menghadapi situasi serupa di masa depan. Selain itu, penting untuk memperkuat budaya pencegahan dengan mengenali potensi masalah dan mencegahnya sebelum berkembang menjadi krisis supaya mengurangi risiko di masa mendatang. 

Studi Kasus: Contoh Krisis Media dan Pengelolaannya

Pada 2018, Go-Jek menghadapi krisis setelah salah satu eksekutifnya memposting dukungan terhadap komunitas LGBT di media sosial. Unggahan tersebut menimbulkan kontroversi di Indonesia, negara dengan mayoritas penduduk yang memegang pandangan konservatif terkait isu LGBT.

Reaksi negatif di media sosial muncul dengan cepat, ditandai dengan tren tagar #UninstallGojek yang menyerukan boikot layanan Go-Jek. Untuk meredam situasi, Go-Jek segera mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan bahwa pandangan pribadi eksekutif tersebut tidak mencerminkan sikap resmi perusahaan. Go-Jek menyatakan bahwa perusahaan menghormati keberagaman tanpa mendukung agenda tertentu. Meski sempat mengalami penurunan penggunaan layanan, krisis ini berhasil diredam dengan klarifikasi dan permintaan maaf dari Go-Jek.

Selain Go-Jek, contoh mengelola krisis media dilakukan Indosat Ooredoo pada 2017. Mereka terlibat dalam krisis media setelah salah satu karyawannya, Ferdinandus Setu, dipecat karena mengkritik kebijakan perusahaan secara terbuka di media sosial. Pemecatan ini memicu kemarahan publik, yang menilai kritik tersebut sebagai suara yang wajar dan mewakili aspirasi banyak karyawan lain. Indosat mendapat sorotan negatif karena dianggap membungkam kritik.

Untuk meredakan situasi, Indosat mengeluarkan klarifikasi bahwa pemecatan Ferdinandus disebabkan oleh pelanggaran kebijakan internal, bukan kritik yang disampaikan. Mereka juga melakukan komunikasi ulang kepada karyawan dan pemangku kepentingan untuk mempertegas komitmen perusahaan terhadap kebebasan berpendapat. Meskipun reputasi perusahaan sempat terganggu, Indosat berhasil meredakan konflik ini dengan pendekatan transparan.

Dari kedua  studi kasus ini menunjukkan pentingnya respons cepat dan tepat dalam mengelola krisis media, terutama di era media sosial. Klarifikasi yang transparan dan permintaan maaf yang tulus dapat membantu mengembalikan kepercayaan publik. Selain itu, komunikasi internal yang efektif sangat penting untuk memperbaiki hubungan dengan karyawan dan menghindari eskalasi konflik. Penting pula bagi perusahaan untuk memahami sensitivitas sosial dan budaya lokal, seperti yang terlihat dalam kasus Go-Jek, agar dapat mencegah reaksi negatif dari publik.

Mengelola krisis media yang baik bukan hanya tentang memadamkan api sesaat, namun juga membangun kembali reputasi dan memastikan bahwa perusahaan belajar dari setiap kesalahan. Dengan memiliki strategi yang tepat dan memanfaatkan krisis sebagai kesempatan untuk tumbuh, organisasi dapat mengubah tantangan menjadi peluang untuk memperkuat hubungan dengan pemangku kepentingan dan memperbaiki citra perusahaan di mata publik.

Gambar 2. Ilustrasi tim mengelola krisis media Image by StartupStockPhotos from Pixabay

Media Monitoring sebagai Tools Mengelola Krisis Media

Mengelola krisis media dapat dilakukan dengan media monitoring, yang bertujuan untuk memantau dan menganalisis pemberitaan serta respons publik secara real-time. Dengan media monitoring, perusahaan dapat mengidentifikasi potensi isu sejak dini, memahami persepsi masyarakat, serta merespon dengan cepat dan tepat guna meredam dampak negatif yang lebih luas. Selain itu, analisis dari media monitoring juga membantu perusahaan dalam merumuskan strategi komunikasi yang efektif, baik untuk meluruskan informasi yang salah maupun menjaga reputasi. 

Anda dapat gunakan Netray Media Monitoring untuk mengelola krisis media atau mengantisipasi masalah serupa. Dengan harga terjangkau dan dashboard yang mudah digunakan, Anda dapat memantau percakapan publik, sentimen, serta topik yang sedang berkembang di berbagai platform media sosial. Netray juga menyediakan analisis mendalam sehingga Anda dapat mengambil langkah cepat dan tepat untuk menjaga reputasi bisnis atau organisasi Anda.

More like this

Analisis Sentimen untuk Bisnis, Ikhtiar Agar Tetap Kompetitif

Di era media sosial, opini pelanggan memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan bisnis. Komentar positif...

10 Contoh Aplikasi AI Generatif yang Menginspirasi di Tahun 2024

Dalam beberapa tahun terakhir, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah berkembang pesat, dan salah satu...

AI Generatif dalam Bisnis: Penerapan hingga Tantangan

Dalam era transformasi digital, AI generatif atau Gen AI menjadi salah satu kekuatan utama...