Dalam dunia pendidikan yang terus berkembang, pendekatan-pendekatan yang bersifat tradisional dalam mengajar perlahan mulai ditinggalkan. Kini, personalisasi menjadi kata kunci. Peserta didik tak lagi dilihat sebagai satu kelompok tetapi individu yang memiliki bakat masing-masing. Salah satu teknologi yang memainkan peran besar dalam transformasi ini adalah pembelajaran dengan LLM (Large Language Models) sebagai basis.
Teknologi LLM, yang diterapkan pada perangkat akal imitasi (AI), menjanjikan sebuah lompatan besar dalam dunia pendidikan, terutama dalam hal memahami dan menyesuaikan pendekatan belajar terhadap kebutuhan masing-masing siswa. Maka dari itu, penting untuk mengeksplorasi bagaimana AI, melalui LLM, bisa memahami gaya belajar masing-masing siswa dan menjadikannya dasar untuk personalisasi.
Setiap siswa memiliki cara belajar yang berbeda, ada yang lebih cepat menangkap informasi melalui visual, ada pula yang lebih menyukai penjelasan verbal atau belajar melalui praktik langsung. Pendekatan tradisional sulit mengakomodasi keragaman ini karena keterbatasan waktu dan sumber daya. Inilah mengapa pembelajaran dengan LLM menjadi solusi potensial. Dengan kemampuannya mengolah data dalam jumlah besar dan memahami pola-pola dalam perilaku belajar, LLM dapat membantu guru dan institusi pendidikan memberikan pengalaman belajar yang lebih tepat sasaran.
Pembelajaran dengan LLM: Memahami Gaya Belajar Secara Otomatis
Apa yang membuat pembelajaran dengan LLM begitu revolusioner adalah kemampuannya dalam menganalisis interaksi siswa dengan materi pelajaran. Misalnya, dari jawaban siswa dalam kuis atau dari cara mereka menanggapi pertanyaan, AI dapat mengenali apakah siswa tersebut memiliki kecenderungan gaya belajar visual, auditori, atau kinestetik.
Proses ini menjadi inti dari bagaimana AI memahami gaya belajar siswa secara mendalam dan berkesinambungan. Melalui interaksi berulang, LLM mampu membangun profil belajar untuk masing-masing individu. Profil ini mencakup preferensi cara belajar, kecepatan pemahaman, hingga jenis materi yang paling efektif. Semua ini dilakukan tanpa campur tangan manusia secara langsung, menjadikan prosesnya efisien dan berskala besar.
Untuk menjawab pertanyaan bagaimana AI memahami gaya belajar siswa, kita perlu melihat cara kerja LLM yang dilatih dengan data multimodal: teks, suara, dan bahkan video. Ketika siswa berinteraksi dengan materi atau menjawab pertanyaan secara tertulis, AI mencatat pola-pola tertentu: kata-kata yang dipilih, struktur kalimat, dan kecepatan respons. Semua ini diolah untuk memetakan preferensi kognitif siswa.
Sebagai contoh, seorang siswa yang sering menggunakan frasa “saya membayangkan” atau “terlihat seperti” mungkin lebih cenderung ke gaya belajar visual. Sebaliknya, siswa yang mengatakan “saya mendengar” atau “kedengarannya masuk akal” lebih mungkin memiliki preferensi auditori. Inilah esensi dari pembelajaran dengan LLM, yakni mampu menangkap petunjuk halus yang tidak selalu mudah dikenali oleh guru secara manual.
Setelah memahami gaya belajar, langkah selanjutnya adalah menyesuaikan materi pembelajaran. Di sinilah pembelajaran dengan LLM menjadi semakin menarik. AI dapat secara otomatis mengubah format konten agar sesuai dengan kebutuhan siswa. Misalnya, seorang siswa visual akan disajikan dengan grafik dan diagram, sementara siswa auditori akan mendapat penjelasan berbasis narasi audio. Dengan mengetahui bagaimana AI memahami gaya belajar siswa, kita bisa melihat potensi transformasi besar dalam kurikulum dan strategi pengajaran. Tidak lagi terbatas pada satu jenis materi untuk seluruh kelas, tapi benar-benar adaptif dan dinamis.
Meskipun teknologi seperti LLM dapat melakukan analisis dan personalisasi secara otomatis, peran guru tetap krusial. AI hanyalah alat, dan guru adalah pengarah utama proses belajar. Melalui wawasan yang dihasilkan AI—misalnya pemetaan gaya belajar atau prediksi kesulitan konsep—guru dapat menyusun intervensi yang lebih tepat. Di sinilah keseimbangan antara teknologi dan human touch menjadi penting. Pembelajaran dengan LLM bukan berarti menggantikan guru, melainkan memperkuat peran mereka dengan informasi yang lebih akurat dan berbasis data. Guru juga berperan dalam menginterpretasikan hasil analisis AI dan menyampaikannya dalam bentuk yang mendukung keterlibatan emosional siswa.
Tantangan Etika dan Privasi
Mengadopsi pembelajaran dengan LLM tentu bukan tanpa tantangan. Salah satunya adalah isu privasi data siswa. Karena AI perlu mengakses data interaksi, penting bagi institusi pendidikan untuk memastikan keamanan data dan transparansi dalam penggunaannya. Selain itu, pemahaman yang berlebihan terhadap gaya belajar juga bisa memicu stereotip atau mengkotakkan siswa dalam satu tipe tertentu. Oleh karena itu, pendekatan ini harus disertai dengan etika dan tanggung jawab karena AI seharusnya digunakan untuk membuka peluang, bukan membatasi potensi.
Studi Kasus: Penggunaan LLM di Sekolah Menengah
Sebuah sekolah menengah di Finlandia telah menggunakan platform pembelajaran dengan LLM selama dua tahun terakhir. Hasilnya cukup mengejutkan: peningkatan pemahaman konsep hingga 30%, serta peningkatan motivasi belajar siswa yang sebelumnya kurang aktif. AI membantu guru mengidentifikasi siswa yang membutuhkan perhatian lebih dan menyediakan materi tambahan yang sesuai gaya belajar mereka. Dengan sistem ini, siswa yang cenderung lambat dalam memahami materi matematika, misalnya, akan otomatis diberikan penjelasan berbasis video dan soal latihan yang disesuaikan dengan ritme belajar mereka.
Salah satu contoh nyata datang dari siswa bernama Aleksi, seorang pelajar kelas 10 yang sebelumnya kesulitan dalam mata pelajaran fisika. Melalui pembelajaran dengan LLM, sistem mendeteksi bahwa Aleksi lebih responsif terhadap simulasi visual ketimbang teks atau penjelasan lisan. Platform kemudian mengarahkan Aleksi pada modul interaktif dan animasi, yang menjelaskan konsep gaya dan gerak dalam bentuk visual dinamis. Dalam tiga bulan, nilai Aleksi naik dari rata-rata C menjadi B+, dan ia mulai menunjukkan ketertarikan terhadap sains untuk pertama kalinya.

Contoh lainnya dapat ditemukan di sebuah SMA di Jepang yang menggunakan model serupa untuk pelajaran bahasa Inggris. LLM membantu menganalisis kesalahan berulang siswa saat berbicara dan menulis, lalu menyarankan latihan yang lebih sesuai dengan gaya belajar mereka—apakah itu berbasis mendengarkan dialog, mengulang kosakata melalui kuis visual, atau menulis jurnal pendek. Dalam waktu enam bulan, lebih dari 65% siswa menunjukkan peningkatan skor TOEFL mereka secara signifikan. Sekolah tersebut menyebut pendekatan ini sebagai “pendamping belajar digital” yang bekerja berdampingan dengan guru.
Studi kasus ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan LLM bukan hanya konsep futuristik, tetapi sudah menjadi kenyataan di beberapa institusi progresif. Keberhasilan di Finlandia dan Jepang menegaskan bagaimana AI memahami gaya belajar siswa dapat diterapkan dalam konteks nyata untuk meningkatkan hasil pendidikan. Yang menarik, teknologi ini tidak menggantikan guru, melainkan memperkaya pendekatan mereka dengan wawasan data yang tak mungkin diperoleh secara manual. Ini adalah langkah awal menuju ekosistem pendidikan yang benar-benar personal dan berorientasi pada potensi setiap individu.
Masa Depan Pendidikan yang Lebih Adaptif
Dengan kecepatan pengembangan teknologi AI, kemungkinan di masa depan pembelajaran dengan LLM bisa lebih canggih: mendeteksi suasana hati siswa, memahami konteks sosial mereka, hingga merespons secara empatik. Meski terdengar futuristik, semua ini berakar pada prinsip dasar: bagaimana AI memahami gaya belajar siswa sebagai fondasi dari pendidikan yang efektif dan relevan. Institusi pendidikan yang mengadopsi pendekatan ini lebih awal kemungkinan besar akan memimpin dalam menciptakan sistem pendidikan yang responsif, personal, dan menyeluruh. Mereka tidak hanya memberikan pengetahuan, tapi juga memahami cara terbaik untuk mentransfernya.
Pembelajaran dengan LLM membuka lembaran baru dalam dunia pendidikan yang lebih inklusif dan adaptif. Dengan mengetahui bagaimana AI memahami gaya belajar siswa, kita bisa menciptakan sistem pembelajaran yang benar-benar berpusat pada individu—bukan lagi berdasarkan asumsi kolektif. Tentu, teknologi bukan solusi tunggal. Namun jika digunakan dengan bijak dan etis, LLM bisa menjadi katalisator perubahan pendidikan yang paling besar di abad ke-21. Personalisasi bukan lagi kemewahan, tapi kebutuhan—dan AI siap menjawabnya.
Untuk mendukung adopsi teknologi AI dalam dunia pendidikan dan sektor lainnya, Netray AI hadir sebagai platform pemantauan dan analisis cerdas berbasis LLM yang mampu memahami konteks percakapan, pola bahasa, serta preferensi pengguna. Dengan kemampuan ini, Netray AI tidak hanya menjadi alat monitoring sosial, tetapi juga dapat dikembangkan untuk kebutuhan edukatif dan personalisasi konten pembelajaran. Jika Anda ingin mengeksplorasi bagaimana AI dapat diterapkan untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan gaya belajar pengguna, Netray AI adalah mitra teknologi yang tepat.
Editor: Winda Trilatifah