Tim AI Care percaya bahwa masa depan layanan kesehatan digital akan lebih manusiawi jika pasien bisa “berbicara” dengan AI, dan mendapatkan respons yang bermakna. Inilah yang melandasi pengembangan sistem AI kesehatan berbasis suara dan multimodal di platform AI Care.
Terutama dalam konteks interaksi digital yang semakin mendominasi kehidupan sehari-hari. Dampaknya adalah evolusi komunikasi manusia dengan teknologi. Jika sebelumnya interaksi hanya berbasis ketikan atau sentuhan layar, kini suara mulai mengambil peran yang lebih besar, termasuk dalam layanan medis. Dalam layanan kesehatan, komunikasi yang cepat, alami, dan empatik kini menjadi kebutuhan utama.
Bagi banyak pasien, mengetik bukanlah cara alami untuk menjelaskan apa yang mereka rasakan. Terutama dalam kondisi stres, cemas, atau sakit, berbicara terasa lebih intuitif. Dengan suara, pasien bisa menyampaikan emosi, tekanan, bahkan kelelahan—hal-hal yang sering tidak tertangkap lewat teks.
Penelitian menunjukkan bahwa suara mengandung data kontekstual yang kaya, termasuk intonasi, tempo bicara, dan pola pernapasan—semua ini berkontribusi dalam menyempurnakan analisis klinis. Studi dari MIT dan Massachusetts General Hospital, misalnya, berhasil mendeteksi COVID-19 hanya dari suara batuk menggunakan algoritma AI. Sementara itu, Mayo Clinic mengeksplorasi penggunaan biomarker suara untuk indikasi gangguan jantung, dan WHO mendukung pemanfaatan analisis suara untuk mendeteksi gangguan mental seperti depresi atau kecemasan.
Mengapa AI Kesehatan Berbasis Suara Penting dalam Layanan Medis?
AI multimodal berarti sistem dapat menerima dan memberikan informasi dalam berbagai bentuk: teks, suara, atau bahkan gambar. Dalam konteks layanan medis, pendekatan ini bukan sekadar fitur tambahan, melainkan fasilitas penting untuk menjangkau lebih banyak pengguna, terutama bagi mereka yang menghadapi hambatan dalam akses teknologi.
AI kesehatan berbasis suara bukan sekadar fitur teknologi, melainkan sebuah lompatan besar dalam aksesibilitas layanan medis digital. Banyak pasien, terutama lansia dan penyandang disabilitas, merasa kesulitan ketika harus mengetik panjang atau membaca teks yang kompleks. Di sisi lain, generasi muda semakin terbiasa menggunakan voice assistant dalam kehidupan sehari-hari dan merasa lebih nyaman berbicara langsung.
Dengan pendekatan multimodal, Katherine memberikan fleksibilitas penuh:
- Input: Pasien dapat mengetik atau berbicara langsung kepada AI.
- Output: Jawaban AI dapat dibaca atau didengarkan dalam bentuk suara.
Multimodalitas ini menjadikan AI lebih adaptif terhadap konteks, nyaman digunakan, dan meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan berbasis digital.
Dengan fitur ini, Katherine berperan sebagai jembatan komunikasi antara pasien dan sistem informasi medis untuk menjadikan layanan lebih inklusif dan manusiawi.

Teknologi di Balik Interaksi Suara
Meskipun memiliki fitur yang sangat maju, pada dasarnya fitur ai kesehatan berbasis suara Katherine dibangun dari dua komponen utama:
- Speech-to-Text (STT): Mengubah suara pengguna menjadi teks agar bisa dipahami oleh sistem. Teknologi ini memungkinkan AI kesehatan berbasis suara untuk memahami ucapan dalam berbagai kondisi—termasuk aksen, intonasi, dan lingkungan bising.
- Text-to-Speech (TTS): Setelah AI menghasilkan jawaban dalam bentuk teks, sistem TTS akan mengubahnya menjadi suara yang dapat didengarkan pengguna untuk menciptakan pengalaman percakapan dua arah.
Model yang digunakan dirancang untuk memahami bahasa Indonesia, termasuk kosakata informal, istilah medis umum, dan berbagai aksen daerah. Untuk memastikan kenyamanan, suara balasan juga dibuat senatural mungkin, tidak terdengar seperti suara robot kaku.
Penggunaan teknologi ini dilakukan dengan memperhatikan efisiensi, akurasi fonetik, dan waktu respons yang cepat agar percakapan terasa real-time.
Tantangan Teknis dan Etis dalam Pengembangan AI Suara untuk Kesehatan
Meski potensinya besar, membangun AI kesehatan berbasis suara tidak lepas dari tantangan yang kompleks, baik dari sisi teknis maupun etika. Beberapa di antaranya adalah:
1. Variasi Aksen dan Gaya Bicara
Indonesia memiliki ragam aksen dan dialek. Sistem STT harus mampu mengenali perbedaan pelafalan dari pengguna yang berasal dari berbagai daerah, termasuk kecepatan bicara dan intonasi yang berbeda.
2. Istilah Medis yang Tidak Umum
Banyak pasien mencampur istilah awam dan medis, atau menggunakan istilah lokal. Kami melatih sistem untuk mengenali variasi ini dan tetap memahami maksud pengguna secara kontekstual.
3. NLP yang Terlatih Secara Klinis
Berbeda dari chatbot umum, AI medis harus bisa memetakan keluhan awam seperti “sakit ulu hati dan mual tiap pagi” ke kemungkinan entitas medis seperti GERD atau gangguan lambung lainnya.
Kami melatih model NLP menggunakan data yang telah dikurasi oleh tim medis untuk memastikan ketepatan klasifikasi dan rekomendasi awal.
4. Gangguan Audio
Lingkungan bising seperti ruang tunggu atau rumah tangga dengan banyak suara latar menjadi kendala pengenalan suara. Sistem kami dirancang dengan model noise reduction untuk tetap memahami ucapan di tengah gangguan.
5. Keamanan dan Privasi Data Suara
Suara merupakan data biometrik yang sensitif. Kami menerapkan standar enkripsi dan pengolahan data temporer, artinya suara tidak disimpan secara permanen, serta tidak digunakan untuk pelatihan ulang tanpa izin eksplisit dari pengguna.

Manfaat AI Kesehatan Berbasis Suara bagi Pasien dan Tenaga Medis
Bagi pasien, AI kesehatan berbasis suara menghadirkan kenyamanan dalam menjelaskan keluhan tanpa harus mengetik panjang. AI juga dirancang untuk merespons secara empatik dan menghindari pengulangan yang tidak perlu. Hal ini menciptakan rasa didengarkan dan dipahami, meskipun berinteraksi dengan sistem digital.
Untuk tenaga medis, manfaatnya tak kalah besar. Seperti:
- Triage otomatis berdasarkan keluhan suara. Dengan fitur suara, sistem AI dapat langsung menyaring keluhan pasien dan mengelompokkannya berdasarkan tingkat urgensi. Ini memungkinkan pengguna mendapatkan arahan awal, seperti anjuran untuk konsultasi segera atau perawatan mandiri. Proses ini menghemat waktu dan membantu tenaga medis fokus pada kasus yang lebih kritis.
- Rekomendasi awal berbasis analisis multimodal. AI menggabungkan input suara, teks, dan data lain seperti riwayat gejala untuk menyusun rekomendasi awal yang lebih tepat. Pendekatan multimodal ini memungkinkan AI memahami konteks keluhan secara menyeluruh, bahkan jika informasi tidak disampaikan secara eksplisit. Hasilnya, pasien mendapat saran yang relevan dan personal.
- Waktu konsultasi yang lebih efisien karena informasi pasien sudah tersaring dan dirangkum. Saat pasien tiba di sesi konsultasi, dokter sudah memiliki ringkasan awal dari interaksi dengan AI. Ini mengurangi waktu wawancara dasar dan memungkinkan diskusi langsung ke inti permasalahan. Alur ini meningkatkan efisiensi sekaligus kualitas layanan medis.
AI Kesehatan yang Mendengar, AI yang Peduli
Di tengah derasnya perkembangan teknologi, suara sering kali terabaikan. Padahal, bagi manusia, suara adalah cara paling alami untuk menyampaikan rasa sakit, kebingungan, atau kebutuhan akan bantuan. Dengan mengintegrasikan AI kesehatan berbasis suara, Katherine tidak hanya menjawab tantangan teknologi, tetapi juga menjawab kebutuhan manusia untuk didengar.
Fitur multimodal ini memperkuat misi kami dalam menciptakan layanan kesehatan digital yang lebih ramah, inklusif, dan mudah dijangkau. Karena pada akhirnya, teknologi yang baik tidak hanya soal akurasi, tapi juga soal empati.
Ingin mencoba fitur suara Katherine? Unduh aplikasi di Play Store atau App Store dan rasakan sendiri pengalaman interaksi medis yang lebih praktis dan nyaman!
Editor: Ananditya Paradhi