HomeCurrent ReportAgama & SpiritualitasKronologi Isu Penganiayaan Tersangka Penistaan Agama oleh Jenderal Polisi

Kronologi Isu Penganiayaan Tersangka Penistaan Agama oleh Jenderal Polisi

Published on

Seorang narapidana di rutan Bareskrim Polri mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh tahanan lain. Muhammad Kosman atau yang kerap disebut dengan Muhammad Kece, disiksa oleh napi Napoleon Bonaparte bersama beberapa tahanan lainnya hingga babak belur. Kece adalah tersangka kasus penistaan agama dan ujaran berdasar kebencian SARA yang ditangkap pada tanggal 24 Agustus 2021 silam. Sedangkan Napoleon Bonaparte adalah pejabat kepolisian Republik Indonesia berpangkat bintang dua. Irjen Napoleon merupakan terpidana kasus suap penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice Interpol.

Dua orang bermasalah ini secara kebetulan berada dalam rumah tahanan yang sama. Hanya saja Napoleon sudah berada di tempat tersebut sejak ditahan pada tanggal 14 Oktober 2020. Tak berselang lama sejak Kece ditangkap, yakni hanya 2 hari setelahnya, pihaknya membuat laporan tentang aksi penganiayaan tersebut. Polisi lantas mendalami laporan tersebut dan membenarkan bahwa memang terjadi penganiayaan oleh Napoleon Bonaparte dan sejumlah tahanan lain. 

Tetapi fakta-fakta mengejutkan tidak berhenti di sini. Penganiayaan tersebut tak hanya dengan kekerasan fisik, pelaku bahkan melumuri wajah Kece dengan kotoran manusia yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Untuk menjustifikasi tindakannya, Napoleon menulis surat untuk publik bahwa ia melakukan tindakan kekerasan tersebut karena merasa tidak terima bahwa agama yang ia anut dinistakan oleh M Kece. Selain itu, Napoleon juga tidak sendirian dalam melakukan aksi penganiayaan ini. Ia bersekongkol dengan tahanan lain yang kebetulan adalah mantan anggota FPI.

Awal Mula Perkembangan Isu Penganiayaan Kace oleh Napoleon

Isu semacam ini sering menjadi magnet yang menarik perhatian publik dalam skala yang cukup masif. Hasil pemantauan Netray Media Monitoring dari kanal media massa menunjukan bahwa kata kunci muhammad kace dan napoleon bonaparte menghasilkan 1.024 artikel yang diterbitkan oleh 65 media massa daring. Pemantauan ini dilakukan selama sepekan yakni pada tanggal 16 September hingga 22 September 2021. Artikel-artikel ini masuk ke dalam beberapa rubrik dengan kategori Hukum, Agama, dan lain sebagainya.

penganiayaan

Berita penganiayaan ini pertama kali terbit pada tanggal 17 September 2021 pukul 17:49. Artikel tersebut belum banyak menampilkan fakta-fakta kasus seperti yang sudah dijelaskan pada awal tulisan ini. Berita dari laman Okezone tersebut hanya menyebutkan bahwa Muhammad Kece melayangkan laporan ke pihak kepolisian terkait adanya penganiayaan yang ia alami. Termasuk menunjukan sejumlah fakta bahwa M Kece masuk ke dalam rutan karena menjadi tersangka kasus penistaan agama.

Keberadaan Napoleon Bonaparte sebagai pelaku kekerasan baru muncul keesokan harinya sekitar pukul 10 pagi. Laman Detikcom mendapat keterangan tentang siapa pelaku penganiayaan dari Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Polisi lantas menginterogasi 3 orang saksi sebagai tindak lanjut laporan M Kece. Pemantaun pada hari yang sama, yakni 18 September 2021, hanya memunculkan fakta kasus yang menjerat Napoleon hingga mendekam di dalam jeruji besi. Apakah dengan fakta ini sudah muncul respons dari warganet dalam kerangka waktu yang sama untuk menanggapi isu ini? 

Fakta dan Respons Warganet

Dari pemantauan kanal media sosial Twitter, pada hari yang sama, terlihat sudah mulai banyak tweet yang mengandung kata kunci. Hanya saja sebagian besar tweet yang ramai mendapat respons pada kerangka waktu tersebut berasal dari akun Twitter media massa. Belum terlihat akun influencer yang mencoba berkomentar dengan isu ini. Meskipun secara statistik kata kunci yang merepresentasi kasus penganiayaan ini secara potensial sudah dapat menjangkau 47,9 juta akun Twitter berbahasa Indonesia. Perkembangan kasus yang masih minim fakta menarik kemungkinan menjadi penyebab mengapa animo warganet masih rendah di hari ketika isu ini mulai mencuat.

Ada kemungkinan fakta-fakta menarik dari kasus ini muncul di saat peak time. Netray kembali menggunakan fitur Top Words untuk menemukan isu baru atau spesifik yang muncul pada saat peak time. Dan seperti yang sudah diprediksikan sebelumnya, konteks surat publik dari Napoleon dan aksi melumuri wajah M Kece dengan kotoran manusia membuat jumlah pemberitaan melambung tinggi. Dua cerita ini dinilai menjadi hal yang sangat kontroversial di atas tindakan penganiayaan itu sendiri.

Respons warganet terbukti cukup linier dengan perkembangan isu di saat peak time. Selama sepekan pemantauan, volume perbincangan juga meningkat pesat di tanggal 20 September. Netray menemukan sebanyak 4.639 tweet dengan kata kunci yang terbit pada hari itu. Lebih dari empat ribu tweet ini mendapat respons yang tak kalah masif. Setidaknya Netray berhasil mengumpulkan 428,8 ribu interaksi dan perbincangan secara potensial dapat menjangkau 82,5 juta akun Twitter.

Berbeda pada saat awal kemunculan isu ini yang didominasi akun Twitter milik media massa daring, kal ini grafik Top Accounts dipenuhi dengan akun pribadi. Beberapa di antaranya adalah akun @PutraWadapi, @UmarChelsea_70, dan @DavidWijaya82. Kecuali @DavidWijaya82, dua akun ini mendukung aksi Napoleon atas nama Islam. Akun influencer @fullmoonfolks juga hadir dalam perbincangan ini. Akan tetapi, ia hanya membagikan link berita sembari berkomentar “kelakuan jenderal polisi di kantor polisi”.

UU Penistaan Agama dan Penutup

Pada tahun 2018, Setara Institute merilis hasil riset yang menunjukan bahwa kasus penistaan agama melonjak tinggi pasca reformasi. Dari tahun 1965 hingga 2017 terdapat 97 kasus penistaan agama dan hanya 9 perkara yang terjadi sebelum masa reformasi. 88 kasus sisanya terjadi setelah kebebasan berpendapat di Indonesia mulai terbuka lebar. Apakah hal ini menjadi konsekuensi yang harus dihadapi atas nama demokratisasi kehidupan sosial? Atau justru masalahnya terletak di produk perundang-undangannya.

Aturan yang digunakan untuk membatasi kebebasan berpendapat di Indonesia adalah Pasal 156(a) KUHP Indonesia, yang terhitung sudah ada sejak masa Presiden Soekarno dan mendapat aturan pelengkap pada kepemerintahan Presiden Soeharto. Tak sedikit publik Indonesia yang menilai aturan ini sangat kontraproduktif dengan agenda kebebasan berpendapat karena dapat memicu kasus persekusi hingga kriminalisasi. Hingga aturan ini dapat diubah nantinya, kasus pelecehan M Kece dan aksi kekerasan atas nama agama akan terus muncul di Indonesia.

More like this

Terjerat Dugaan Gratifikasi Akibat Naik Jet Pribadi, Kaesang Dihujat

Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi, akhir -akhir ini sedang menjadi buah bibir dan bahkan...

Ucapan “Presiden Boleh Kampanye” Jokowi Tuai Kecaman Publik

Pernyataan Presiden Joko Widodo baru-baru ini menuai kontroversi. Pasalnya Jokowi mengatakan bahwa presiden boleh...

Lanjutan Sidang Kasus Haris Fatia, Tuntutan JPU dan Matinya Demokrasi

Sidang kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti akhirnya mencapai pada tahap tuntutan. Haris dan...